Bisnis.com, JAKARTA Pemerintah mengklaim pembenahan birokrasi perizinan investasi yang sedang dilakukan saat ini akan mampu mengangkat lagi peringkat Indonesia dalam kemudahan berusaha di antara negara-negara Asean.
Menko Perekonomian Sofyan Djalil bahkan yakin tahun depan, peringkat Indonesia bisa berada di bawah 100 dari saat ini di peringkat 114 dari 189 negara, jika komitmen penyederhanaan perizinan investasi dapat dilakukan dengan baik.
"Hal-hal yang nenjadi hambatan kita akan stream line sehingga banyak investor datang khususnya dalam FDI [foreign direct investment], ujarnya, Senin (3/11/2014).
Dalam laporan bank dunia bertajuk Doing Business: Going Beyond Efficiency yang dipublikasikan Bank Dunia pada Rabu (29/10) posisi Indonesia naik dari peringkat sebelumnya 120.
Namun, upaya reformasi yang dilakukan Indonesia ini masih jauh dari yang telah dilakukan beberapa negara tetangga di Asia Tenggara, seperti Vietnam yang naik 21 peringkat menjadi 78 dari sebelumnya 99.
Peringkat Vietnam terkerek signifikan karena negara tersebut mengurangi tarif pajak penghasilan perusahaan lebih dari dua persentase poin sebagai paket stimulus untuk UMKM. Negara tersebut bahkan membentuk Biro Kredit dan Registrasi untuk memudahkan perusahaan.
Bank Dunia menilai Indonesia masih harus terus memperbaiki sistem perizinan dan upah, serta membangun infrastruktur yang mendukung. Salah satu terobosan penting yang dilakukan Indonesia dalam setahun terakhir yaitu kemudahan mendaftarkan usaha melalui sistem online.
Sofyan mengatakan dengan adanya reformasi terkait perizinan akan ada pengurangan biaya khususnya cost of regulations yang selama ini dinilai mahal karena belum satu atap-nya perizinan dan penanaman modal.
Dia menilai sektor yang perlu digenjot yakni manufaktur karena sektor ini dinilai dapat mengatasi masih tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Beberapa daerah yang masih memiliki kompetitivitas upah pekerja perlu juga dibantu khususnya dalam penyerapan investasi.
Sayangnya, selama ini, share sektor manufaktur terhadap keseluruhan investasi baik dari dalam negeri (PMDN) maupun asing (PMA) dalam jangka Januari-September 2014 justru mengalami penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Investasi PMA di sektor manufaktur sejak awal tahun hingga September senilai US$10,1 miliar atau sekitar 46,7% dari keseluruhan PMA.
Walaupun masih menjadi penyumbang tersebesar, angka tersebut menunjukkan adanya penurunan dari periode yang sama tahun lalu senilai US$12,1 miliar atau menyumbang sekitar 58,6%.
Sementara untuk PMDN, posisi terakhir tahun ini senilai Rp41,8 triliun atau 36,6%. Walaupun mengalami kenaikan secara nilai dibandingkan tahun lalu Rp38,2 triliun, share terhadap keseluruhan investasi PMDN lebih rendah dari 2013 yang mencapai 40,7%.
Alhasil, penyerapan tenaga kerjanya pun selama ini justru menurun seiring dengan peningkatan nilai investasi.
Terkait dengan infrastruktur, Sofyan mengatakan dengan adanya pengalihan subsidi BBM lewat penaikan harga akan mampu memberikan ruang fiskal yang cukup untuk pembangunan sektor produktif, seperti irigasi yang pada gilirannya akan menarik investor.