Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pembatasan Impor Bahan Baku Perlu Diatur

Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat menyarankan pemerintah segera merancang beleid untuk membatasi impor bahan baku industri jelang pasar bebas Asean tahun depan.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, BANDUNG—Asosiasi Pengusaha Indonesia Jawa Barat menyarankan pemerintah segera merancang beleid untuk membatasi impor bahan baku industri jelang pasar bebas Asean tahun depan.

Ketua Apindo Jabar Dedy Widjaja mengatakan selama ini impor bahan baku masih banyak dilakukan oleh kalangan industri dalam negeri.

Padahal, kebutuhan bahan baku masih mampu dipasok dari sumber daya alam di Indonesia.

Namun, kurangnya perhatian pemerintah terhadap keberadaan industri memicu daya saing semakin lemah.

“Meskipun harga bahan baku dalam negeri lebih mahal dari impor, namun hal itu cukup berkontribusi untuk menambah devisa negara. Seperti halnya bahan baku baja atau lainnya masih mampu diproduksi di dalam negeri,” ujarnya, Senin (20/10).

Dia menegaskan Presiden Jokowi yang baru dilantik harus berani mewajibkan industri membeli bahan baku lokal agar ketergantungan impor bisa bekurang.

Kendati demikian, katanya, terlebih dulu pemerintah perlu membenahi pasokan bahan baku industri agar tidak terlalu bergantung pada impor.

“Pemerintah harus memulai benahi pasokan bahan baku dalam negeri sehingga nantinya pertumbuhan ekonomi mudah dipacu,” ujarnya.

Selanjutnya, pemerintah perlu merancang regulasi agar industri dalam negeri membeli bahan baku lokal dalam memenuhi kebutuhan produksi mereka.

Dia menjelaskan pemerintah di China memberikan proteksi terhadap produk lokal dengan memberikan subsidi kepada industri lokal.

“Serbuan impor terus terjadi karena kurangnya proteksi pemerintah. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan negara lain seperti China,” ujarnya.

Sementara itu, Forum Industri Kecil dan Menengah Jawa Barat menilai sumber daya alam di Indonesia yang belum tergarap optimal bisa menjadi pasokan bahan baku bagi industri.

Ketua Forum Industri Kecil dan Menengah Jabar K. Fuzy Agus mengatakan selama ini industri berskala kecil dan menengah sudah tidak mampu berdaya saing dengan produk impor.

Di satu sisi, pelaku usaha masih memproduksi barang dengan bahan baku impor. Di sisi lain, mereka juga harus bersaing dengan produk impor.

Akibatnya, saat ini pelaku usaha yang gulung tikar maupun jadi trader dari produk impor.

“Hal ini terjadi karena kurangnya perhatian dari pemerintah dalam mengendalikan ketergantungan impor. Presiden Jokowi harus mampu memproteksi penggunaan bahan baku, apalagi produksi dalam negeri dituntut berdaya saing saat pasar bebas Asean,” ujarnya.

Dia mencontohkan kesiapan industri komponen otomotif untuk menghadapi pasar bebas Asean harus diimbangi dengan keberpihakan pemerintah, seperti merancang regulasi yang salah satu poin utamanya penyediaan bahan baku lokal.

Fuzy mengatakan regulasi tersebut juga harus mencakup pembagian porsi pekerjaan yang menjadi tanggung jawab IKM komponen lokal.

“Penyediaan bahan baku lokal mutlak harus dilakukan karena sumber daya alam di Indonesia belum dimanfaatkan dengan baik,” katanya.

Peneliti Lembaga Pengkajian Penelitian dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Jabar Ina Primiana mengatakan pemerintahan yang baru dilantik harus mendukung terciptanya hilirisasi terjadinya substitusi terhadap berbagai komponen yang selama ini bergantung pada impor.

"Selain itu, kita pun harus mempunyai industri yang memang benar-benar mendukung substitusi tersebut agar kebutuhan komponen impor bisa terus ditekan," katanya.

Masalah ketergantungan terhadap produk impor ini diakuinya memerlukan adanya political will dari pemerintah untuk mengarahkan apakah industri dalam negeri akan tetap bergantung pada produk impor atau mulai memberdayakan pada potensi yang dimiliki dalam negeri.

Selanjutnya, tinggal dibuat mana saja komponen yang bisa dibuat dalam negeri dengan kualitas yang tidak kalah dan adanya jaminan keberlangsungan serta berkesinambungan.

"Selama ini, upaya menekan terhadap produk impor kurang berhasil karena memang regulasinya pun kurang mendukung semisal dalam urusan ponsel yang tidak ada kebijakan dalam mendukung penggunaan bahan baku lokal," ucapnya.

Dia menegaskan pemerintahan yang baru di bawah kepemimpinan Jokowi-JK harus serius dalam mengarahkan industri dalam negeri agar menggunakan komponen lokal minimal 80%. Untuk merangsang mereka perlu ditunjang dengan pemberian insentif.

"Selain itu, harga komponen lokal harus lebih murah dan kualitas pun yang tidak kalah serta biaya logistik yang harus lebih murah pula," paparnya.

Badan Pusat Statistik Jawa Barat mencatat impor nonmigas Jabar pada Juli 2014 terbesar dari Tiongkok sebesar US$184,55 juta, Jepang US$157,26 juta, dan Korea Selatan sebesar US$152,59 juta dengan peran masing-masing 21,10%, 17,98%, dan 17,45%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper