Bisnis.com, JAKARTA-- Presiden terpilih dinilai harus mulai memperhatikan sektor pertanian untuk mengatasi masih lebarnya ketimpangan ekonomi yang terjadi di masyarakat.
Ketimpangan tersebut ditunjukkan adanya tren meningkatnya rasio gini selama dua tahun masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada 2004, rasio gini mencapai 0,32 di saat pertumbuhan ekonomi 5,13%. Sementara, pada 2013, dengan pertumbuhan ekonomi 5,8%, rasio gini sudah mencapai 0,41.
Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan mengatakan perhatian pada sektor pertanian sangat penting karena sektor ini masih menyerap tenaga kerja terbanyak di Indonesia. Sayangnya, masih minimnya tingkat pendidikan sumber daya manusia di sektor tersebut, membuat semakin tingginya tingkat kemiskinan.
“Penyelesaian ketimpangan itu jangka panjang, kita harus benahi kualitas manusianya,” ujarnya dalam sebuah peluncuran buku ‘Bridging the Gap’, Selasa (30/9/2014).
Selain itu, menurut Anies, sekitar 5 juta petani saat ini kehilangan lahan akibat adanya konversi dan konsensi. Oleh karena itulah, butuh pula pembenahan infrastruktur.
“Memberikan ikan dan kail itu baik jika ‘kolam’nya masih ada,” tuturnya.
Senada, Wakil Rektor Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menegaskan tanpa adanya upaya memperbaiki kesejahteraan petani, ketimpangan ekonomi di Indonesia akan terus lebar.
Dalam buku ‘Bridging the Gap’ karyanya, sektor pertanian mempekerjakan sekitar 39% tenaga kerja. Sayangnya, banyaknya tenaga kerja tersebut hanya mewakili 13% PDB. Dari tahun ke tahun, proporsi tersebut mengalami penurunan dengan rata-rata 2,2% lebih rendah dari pertumbuhan PDB.
“Situasi ini menempatkan pertanian sebagai kantung kemiskinan di Indonesia saat ini,” tulisnya dalam buku tersebut.
Wijayanto menuliskan perhatian di sektor pertanian dilakukan dengan beberapa langkah, a.l. pertama, peningkatan produktivitas dan manajemen informasi. Langkah ini dilakukan dengan perbaikan bibit, pupuk, dan manajemen tanam.
Kedua, perbaikan tataniaga pertanian. Menurutnya, kebijakan impor produk pertanian perlu diatur dengan baik. Walau harus selaras dengan komitmen global seperti AFTA dan WTO, keberpihakan pada petani harus tetap ada.
Ketiga, migrasi ke sektor lain. Dengan ukuran lahan yang semakin sempit, lanjut dia, perlu adanya fasilitasi perpindahan ke sektor yang lebih produktif. Keempat, konsolidasi lahan pertanian. Adanya konsolidasi tersebut, produktivitas per lahan pun bisa naik tajam.
“Ketimpangan tidak ada pasarnya karena kita tidak bisa ‘mengimpor’ kesejahteraan dari negera lain. Manua harus benar-benar memperhatikan isu ketimpangan ini,” ujar dia.