Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Rupiah dan Harga Minyak Bayangi Target Defisit

Ekonom menilai upaya pemerintah untuk memenuhi asumsi makro terkait defisit anggaran sebesar 2,21% akan menghadapi tantangan, terutama dari faktor yang tak bisa dikendalikan pemerintah.

Bisnis.com, JAKARTA--Ekonom menilai upaya pemerintah untuk memenuhi asumsi makro terkait defisit anggaran sebesar 2,21% akan menghadapi tantangan, terutama dari faktor yang tak bisa dikendalikan pemerintah.

Kepala Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih menilai faktor nilai tukar berada di luar kendali pemerintah. Meski asumsi yang dipatok termasuk konservatif, Rp11.900, ada potensi asumsi itu meleset.

"Trennya mata uang Asia terhadap dolar melemah. Dalam kondisi ketidakpastian itu pasar menganggap dolar yang aman dipegang," ungkapny, Rabu (24/9/2014).

Pekan lalu, rupiah sempat menembus angka Rp12.000 seiring dengan kepastian dari Bank Sentral AS, Federal Reserve (the Fed), yang akan menaikkan suku bunganya menjadi 1,375% pada tahun depan.

Selain nilai tukar, Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan harga minyak juga ada di luar kendali pemerintah.

Padahal harga minyak dunia sangat krusial terhadap besaran subsidi energi. "Kalau harganya naik, subsidinya juga makin besar, kan," ungkapnya.

Dalam RAPBN 2015, besaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji disepakati senilai Rp276 triliun sedangkan volume BBM bersubsidi disediakan sebesar 46 juta kilo liter. Namun, kuota itu belum disepakati apakah akan dikunci atau tidak.

Selain itu, kata Detry, seharusnya rasio penerimaan bisa ditingkatkan dari saat ini yang berkisar pada 12%.

Lana menambahkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla punya pekerjaan rumah besar untuk sesegera mungkin memulai sejumlah proyek infrastruktur.

"Kalau tidak target pertumbuhan 5,8% enggak dapat dan penerimaan meleset," ungkapnya.

Selain itu, sambungnya, jika Jokowi-JK benar-benar memangkas subsidi BBM hal tersebut akan sangat meringankan pencapaian defisit anggaran mengingat porsi subsidi energi dan impor migas yang besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper