Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PRODUSEN KARET: Pola Tripartit RI, Malaysia & Thailand Diperluas Jadi Asean Rubber Council

Para pengusaha industri perkaretan nasional mendesak Kementerian Perdagangan untuk mempercepat upaya pembentukan Asean Rubber Council (ARC), guna menyikapi perubahan struktur produksi komoditas tersebut di Asia Tenggara.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Para pengusaha industri perkaretan nasional mendesak Kementerian Perdagangan untuk mempercepat upaya pembentukan Asean Rubber Council (ARC), guna menyikapi perubahan struktur produksi komoditas tersebut di Asia Tenggara.

Hal itu terungkap dalam laporan Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) terhadap hasil audiensi yang diadakan dengan otoritas perdagangan belum lama ini. Di dalam rapat tertutup tersebut, Gapkindo menyampaikan beberapa harapan pengusaha karet RI saat ini.

Mereka mendesak Kemendag untuk melebur International Tripartite Rubber Council (ITRC) ke dalam wadah yang lebih luas, akibat munculnya pemain-pemain baru dalam daftar produsen karet terbesar dunia yang turut memengaruhi harga komoditas perkebunan itu.

“Kerja sama produsen tiga negara—Thailand, Indonesia, dan Malaysia—melalui pola Tripartiet perlu diperluas terutama dengan Vietnam, yang saat ini memiliki produksi ketiga terbesar, atau dengan negara produsen karet Asean lainnya [Kamboja, Myanmar, dan Laos] dalam bentuk Asean Rubber Council,” papar Gapkindo dalam lansirannya, Senin (22/9/2014).

Apabila struktur perdagangan karet masih dikuasai oleh ketiga anggota Tripartiet, sementara jumlah produsen karet besar semakin bertambah banyak, hal itu akan berpengaruh terhadap tekanan harga karet dunia.

Selain itu, asosiasi yang diketuai Daud Husni Bastari tersebut juga melaporkan keluhan akibat Keputusan Mahkamah Agung (MA) No.70/2014, yang menyebabkan dikenainya pajak pertambahan nilai (PPN) pada perdagangan bahan olah karet (bokar) produksi petani.

Menurutnya, keputusan tersebut telah menambah beban biaya industri pengolahan dan berujung pada penurunan kemampuan industri dalam membeli hasil kebun para petani. “Akibatnya, penerimaan petani [karet] semakin menurun.”

Hal tersebut, ungkap Daud, pada akhirnya memicu demotivasi di kalangan petani untuk menyadap karet. Dampak lanjutannya adalah turunnya produksi karet, melemahnya ekspor karet, dan berkurangnya nilai devisa.

“Selain itu, negara tidak akan mendapat penerimaan dari kebijakan PPN bokar karena akan direstitusi seluruhnya setelah SIR diekspor. Untuk ini diharapkan agar bokar tidak dikenakan PPN,” sambungnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper