“Dari 1478 kapal yang beroperasi di Muara Baru, ada 600 kapal yang mengantre mendapatkan BBM,” katanya di Jakarta, seperti yang dikutip Bisnis (15/9).
Dengan antrean tersebut, dia mengatakan jadwal melaut nelayan menjadi tidak pasti, sehingga berdampak pada pendapatan dan penangkapan.
“Kalau hasil tangkap kami belum rinci hitung, tapi untuk nelayan ABK ini yang paling menderita,” tuturnya.
Dia menjelaskan bahwa para ABK biasanya mengantungi Rp100.000 per hari pada waktu normal. Namun, jadwal melaut yang tidak pasti membuat 10.000 nelayan ABK di Muara Baru kini menganggur.
“Karena sekarang ini, bukan lagi dipatok sebulan-dua bulan kami berlayar, tapi sedapatnya bahan bakar langsung pergi. Sudah 10.000 nelayan menganggur karena tidak pasti,” katanya.
Padahal, dia mengatakan bahwa dengan jatah sisa 670.000 kilo liter sampai akhir tahun, penyaluran BBM bersubsidi seharusnya dapat diterima dengan baik.
“Kalau dihitung-hitung seharusnya cukup kan, kami harapkan distribusi Pertamina bisa sesuai” tuturnya.
Sesuai
Menanggapi hal tersebut, Senior Vice President Fuel Marketing and Distribution Suhartoko mengatakan alokasi BBM bersubsidi untuk nelayan telah dijalankan sesuai dengan kesepakatan bersama BPH Migas, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian ESDM dan Kementerian Dalam Negeri sejak 2 September.
Kesepakatan tersebut membatalkan isi dari Surat Edaran BPH Migas No. 937/07/KA BPH/2014 tentang pengurangan 20% bbm bersubsidi untuk nelayan. Pasokan bbm bersubsidi kembali ke kuota 720.000 kl, dengan rincian dari Pertamina 670.000 kl, AKR 31.379 kl, dan SPN 1.160 kl.
“Pertamina sudah melaksanakan ketentauan BPH Migas per 2 September untuk mengalokasikan bbm bersubsidi nelayan dengan besar kuota 670.000 kilo liter,” katanya kepada Bisnis, (14/9/2014).
Menurut Suhartoko, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang kini diberikan wewenang untuk mengawasi distribusi, seharusnya segera membuat perencanaan di tiap-tiap wilayah pengisian bahan bakar nelayan.
“Kapal-kapal seharusnya mempertanyakan ke KKP. Sudah ada kesepakatan bahwa KKP memuat perencanaan mengenai kebutuhan tiap-tiap wilayah dan mengawasi distribusi pertamina. Tinggal di cek saja seharusnya, yang mana yang belum sesuai,” jelasnya.
Direktur Kapal Perikanan dan Alat Tangkap Ikan Balok Budiyanto mengatakan saat ini KKP tengah menyurati Kabupaten dan Provinsi terkait data rill kebutuhan bbm bersubsidi untuk nelayan yang diperlukan tiap Kabupaten/kota.
“Saat ini kami menunggu data Bupati dan Wali Kota, sesuai kesepakatan kami nanti akan koordinasi dengan Pertamina,” katanya saat dihubungi Bisnis, (14/9/2014).
Dia tetap menekankan bahwa kapal di bawah 30 GT yang akan mendapatkan subsidi keseluruhan.
“Kami menghitung kebutuhan kapal per wilayah, sementara yang di bawah 30 GT semuanya dapat karena prioritas utama harus mengutamakan mereka,” katanya.