Bisnis.com, JAKARTA - Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) memroyeksikan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun anggara 2014 akan lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto mengemukakan rendahnya serapan anggaran oleh sejumlah lembaga dan institusi pemerintahan dengan anggaran tertinggi menjadi faktor penyebab bertambahnya SiLpa 2014.
Dia mengemukakan sebanyak empat dari lima pemprov berkinerja rendah dalam hal penyerapan anggaran justru adalah pemprov yang mengelola anggaran terbesar. Keempat pemprov tersebut yakni DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Papua, dan Riau.
Di sisi lain, lanjutnya, Kementerian ESDM yang memiliki anggaran tergolong besar pun - sekitar Rp16,3 triliun, hanya membukukan penyerapan sebesar 7,5% sampai dengan akhir Semester I/2014.
Di sisi lain, masih ada kontribusi dari Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) dan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) yang selama 2 tahun berturut-turut masuk kategori lembaga negara berkinerja rendah.
“Sisa waktu yang ada untuk realisasi belanja relatif pendek. Sehingga ada kemungkinan SiLPA akan membesar pada 2014, lebih besar dari 2013. DKI akan membukukan prosentase SiLPA yang mungkin terbesar,” ujarnya.
Hasil evaluasi Tim Evaluasi Pengawasan dan Penyerapan Anggaran (TEPPA) menunjukkan capaian kinerja realisasi belanja sebanyak 34 pemerintah provinsi per Semester I/2014 hanya mencapai 23%. Capaian tersebut jauh di bawah target sebesar 31%.
Selanjutnya, kinerja realisasi belanja sebanyak 86 kementerian/lembaga pada semester I/2014 hanya 28% atau naik 1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Capaian tersebut masih di bawah target nasional sebesar 29%.
“Namun demikian ada perbaikan kinerja sebesar 1% dibandingkan semester 1/2013, dibuktikan medengan turunnya deviasi dari 8% pada SMT 1/2013 menjadi sebesar 1% pada semester yang sama 2014,” katanya.
Kuntoro menyebutkan posisi SiLPA daerah memang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dia menyebutkan SiLPA daerah meningkat disebabkan berbagai hal baik dari internal daerah itu sendiri maupun dari pusat.
“Ada juga tanggung jawab pemerintah pusat atas dua sebab, yaitu keterlambatan Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus [Juknis DAK] dan keterlambatan dana transfer.”
Kuntoro menambahkan bahwa belanja modal masih menjadi multiplier effect terbesar pertumbuhan ekonomi.
“Berdasarkan evaluasi kami hingga Juni 2014, bila ingin menyamai capaian 93% pada 2013, maka pada 5 bulan tersisa ini kita masih perlu menyerap belanja modal sebesar Rp110,8 triliun,” katanya.