Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha di industri makanan dan minuman merasakan adanya perlambatan bisnis pada semester II/2014.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan pelemahan tersebut disebabkan depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Faktor ini bikin biaya produksi mamin berbahan baku impor membengkak.
“Sekarang industri susu yang bahan bakunya impor terpaksa menaikkan harga, [selain itu] terigu juga melambat,” tuturnya, di Jakarta, Kamis (11/9/2014).
Bisnis industri makanan dan minuman (mamin) selama semester I tercatat positif. Pelemahan terjadi sejak memasuki Juli 2014 yang diwarnai Lebaran yang memangkas separuh hari kerja. Selain itu situasi politik juga sempat memanas jelang dan setelah pilpres.
Sebelumnya Gapmmi telah memprediksi aktivitas produksi sepanjang triwulan III/2014 lebih lemah daripada triwulan kedua. Prognosis ini utamanya terdorong potensi lonjakan harga produk pertanian akibat pengenaan pajak pertambahan nilai.
Sejumlah produk pertanian yang kena PPN menjadi bahan baku dalam produksi mamin. Pengenaan PPN 10% bakal mendongkrak harga jual bahan baku tersebut. Walhasil produsen mamin mengkompensasikan lonjakan harga bahan baku ke harga jual.
“PPN 10% ini akan berdampak sekali ke produk bahan baku mamin, seperti buah dan sayuran. Apalagi petani kecil tidak bisa mengkompensasikan [pajak] kemana-mana. Jadi, biaya produksi langsung naik,” ucap Adhi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada triwulan II/2014 keseluruhan produksi industri manufaktur sedang dan besar (IBS) tumbuh 4,57%. Industri makanan mengukir pertumbuhan sebesar 11,27% secara year-on-year.