Bisnis.com, JAKARTA--Meski enggan menilai apakah asumsi makro yang diajukan pemerintah baru realistis atau tidak, Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan kekhawatirannya jika pada akhirnya target itu meleset.
Nilai tukar misalnya, pemerintah baru mengusulkan kisarannya ada di rentang Rp11.600 sedangkan asumsi RAPBN yang diajukan saat ini adalah Rp11.800--Rp12.000 per dolar AS.
"Setiap rupiah menguat Rp100 defisitnya turun Rp2,6 triliun. Kekhawatiran saya kalau yang terjadi sebaliknya kan kasihan anggarannya dibuat dengan defisit kecil sedangkan defisitnya besar," katanya, Rabu (3/9/2014).
Sementara itu, menanggapi pertumbuhan ekonomi yang dipatok lebih tinggi pada kisaran 5,8%, dia menilai angka tersebut masih ada dalam rentang perhitungan pemerintah saat ini. Dengan demikian masih ada kemungkinan untuk mencapainya.
Adapun, dalam RAPBN 2015 pemerintah SBY mengajukan asumsi makro pertumbuhan ekonomi di level 5,6%.
Ditemui di tempat yang sama, Deputi Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menuturkan asumsi pertumbuhan dan nilai tukar yang berbeda hanya masalah persepsi semata.
"Ada yang lebih optimistis dan ada yang lebih konservatif, tetapi kita lebih konservatif karena ada normalisasi the Fed itu sesuatu yang kita antisipasi," paparnya.
Sementara soal pertumbuhan ekonomi, kata Perry, pencapaian 5,8% akan sangat tergantung pada 3 hal. Pertama, sejauh mana pemulihan ekonomi global, khususnya AS sehingga dapat mengerek ekspor Indonesia. Kedua, perbaikan infrastruktur untuk mendorong peningkatan investasi, dan ketiga optimalisasi alokasi anggaran.
Sejumlah ekonom meyakini the Fed bakal menaikkan fed fund rate paling tidak 100 basis poin dari posisi saat ini yang ada di kisaran 0,25%. Hal ini diprediksi bakal mengetatkan likuiditas global dan menekan pasar uang negara berkembang, termasuk Indonesia.