Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Kerja Sama APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan Deny Kurnia menegaskan Indonesia masih mengkaji usulan China soal penerapan perdagangan bebas di kawasan Asia Pasifik (Free Trade Area of The Asia Pasific/ FTAAP) pada 2025.
"Indonesia berpendapat target waktu ini masih perlu dikaji lebih dalam, mengingat perlunya mempersiapkan pelaku usaha dan sektor-sektor terkait serta memperbaiki kelemahan domestik seandainya FTAAP jadi terwujud," ujar Deny, Kamis (28/8/2014).
Menurutnya, hal ini bukan pekerjaan yang mudah dan cepat untuk diselesaikan.
Belajar dari pengalaman FTA Indonesia dengan Jepang, ASEAN dan ASEAN+1, diperlukan kerja sama dari para pemangku kepentingan dan fokus pada sektor-sektor unggulan ekspor agar tidak ada kegamangan lagi seandainya FTAAP berlangsung.
"Walau saat ini perundingan RCEP, yang merupakan prakarsa Indonesia masih terus berlangsung, namun sebaiknya kita tetap perlu mengkaji dinamika FTAAP dan ikut terlibat apabila manfaat yang didapat lebih besar dari kerugiannya,” jelas Deny.
Pertemuan APEC Committee on Trade and Investment ke-3 (CTI3) dilaksanakan di Beijing, China beberapa waktu lalu.
Pada pertemuan itu, China mengangkat kembali isu ini dan berupaya mendorong kesepakatan ekonomi untuk menjadikan isu FTAAP sebagai deliverables mereka.
Upaya China ini tidak berjalan mulus. Sejak awal digulirkannya pada pertemuan CTI1 hingga CTI2, selalu mendapatkan penolakan dari beberapa anggota APEC.
Pada pertemuan CTI3 lalu,China kembali menyampaikan keinginannya agar FTAAP dapat terlaksana mulai 2025 atau 11 tahun dari sekarang.
Target waktu ini masih ditentang Amerika Serikat dan beberapa anggota APEC lainnya.
Dari beberapa agenda yang dibahas, FTAAP merupakan salah satu isu yang banyak mendapatkan perhatian dari APEC dan perlu disiapkan dengan matang.
Beberapa isu lain yang mengemuka pada rangkaian pertemuan CTI3 ini di antaranya pembahasan perkembangan Policy Support Unit study on promoting products which sustainable and inclusive growth through rural development and poverty alleviation (development products), Multilateral Trading System, Global Value Chains , dan Connectivity.