Bisnis.com, JAKARTA— Peluang efisiensi ongkos transportasi barang bagi pelaku industri melalui kehadiran Cilamaya di Karawang, Jawa Barat, terancam pupus. Pemerintah mendatang dikabarkan akan merelokasi pelabuhan ini.
Proyek pembangunan Cilamaya terbentur dengan keberadaan anjungan minyak milik PT Pertamina (Persero). Terbuka opsi relokasi tetapi belum ada kepastian lokasi mana yang cocok untuk membangun pelabuhan pendukung Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta itu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menyatakan Cilamaya sangat dinantikan pelaku industri terutama yang pabriknya berada di Jawa Barat. Pelabuhan ini diharapkan membuat pengiriman barang dari dan menuju pelabuhan menjadi lebih efisien.
“Cilamaya terkendala pipa Pertamina, tinggal dilihat apakah pipa tersebut bisa dipindahkan atau tidak. Tinggal pilih, lebih penting pipa atau pelabuhan,” katanya saat dihubungi Bisnis, Selasa (26/8/2014).
Relokasi Pelabuhan Cilamaya dikhawatirkan membuat realisasi infrastruktur ini semakin molor. Padahal pelaku usaha membutuhkan pelabuhan ini segera beroperasi. Fasilitas ini ditargetkan beroperasi paling lambat mulai 2020.
Menurut Sofjan, Cilamaya tidak hanya memudahkan aktivitas bisnis industri yang kini ada di Jawa Barat. Apindo mendesak realisasi proyek ini guna menarik lebih banyak invesasi masuk ke provinsi itu, khususnya industri otomotif.
“Saya tidak tahu teknis proyek ini seperti apa. Yang pasti, Cilamaya dibutuhkan untuk membantu Jakarta [Pelabuhan Tanjung Priok] yang sudah overloaded,” ucap Sofjan.
Pembangunan Cilamaya membutuhkan sekitar Rp34,5 triliun terbagi dalam dua tahap. Untuk tahap pertama diperlukan anggaran senilai Rp23,9 triliun, sedangkan tahap kedua Rp10,6 triliun.
Pada fase pertama anggaran dipakai membangun terminal peti kemas berkapasitas 3,75 TEUs dan car terminal 1,03 juta CBU. Pada fase kedua untuk memperluas terminal peti kemas berkapasitas 3,75 TEUs.
Kehadiran Cilamaya diharapkan bisa memangkas sekitar 10% - 20% dari biaya logistik yang dikeluarkan pengusaha jika menggunakan Tanjung Priok. Efisiensi ini sangat terasa terutama bagi pabrikan otomotif yang mengirimkan kendaraan ke pelabuhan tanpa kontainer melainkan secara utuh.
“Memindahkan lokasi tidak gampang karena harus studi. [Jika direlokasi] realisasinya jadi tambah lama, tertunda, biaya logistik tak kunjung tertekan,” ujar Sofjan.
Apindo menilai kini Jawa Barat tengah mengalami pergeseran karakter industri. Provinsi ini lebih fokus kepada industri berteknologi tinggi dan berat, seperti otomotif, yang kontribusi ekspornya besar. Kini sektor padat karya mulai beralih ke Majalengka, Sukabumi, Ciamis, dan lainnya.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan Cilamaya sejatinya infrastruktur yang diusulkan pelaku industri sendiri. Pebisnis mengeluhkan transportasi biaya tinggi jika keluar masuk barang hanya melalui Tanjung Priok.
Sementara itu presiden terpilih periode 2014 – 2019 Joko Widodo justru menginginkan pembangunan Cilamaya dihentikan dulu. Untuk mengakomodir masalah yang melingkupi proyek ini, dirinya dikabarkan berencana merelokasi dari Karawang ke arah timur.
Pelabuhan Cilamaya termasuk proyek flagship Metropolitan Priority Area (MPA). Megaproyek Pelabuhan Cilamaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, itu pun masuk ke dalam Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Hal lain yang membelit proyek tersebut selain konflik dengan anjungan Pertamina ialah soal alih fungsi lahan. Pasalnya pembangunan pelabuhan ini beserta infrastrukturnya akan menggusur keberadaan ratusan hektar area persawahan.