Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PELABUHAN CILAMAYA: Produksi Migas Terpangkas, APBN Makin Berat

Pembangunan Pelabuhan Cilamaya dikhawatirkan menurunkan produksi migas dan memperberat APBN.

Bisnis.com, JAKARTA - Totok Dariyanto, Anggota Komisi VII DPR berpendapat pembangunan Pelabuhan Cilamaya akan menurunkan produksi migas nasional dan memperberat APBN.

"Proyek pelabuhan itu tidak layak, karena berpotensi mengganggu produksi minyak. Kita harus perkuat ketahanan energi, bukan malah melemahkan," katanya, Kamis (21/8/2014).

Melihat kondisi tersebut, semua pengambil kebijakan harus mengkaji ulang rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya. Meski dibalut dengan program Masterplan Percepatan Pembangunan Percepatan Ekonomi, proyek itunharus memperhatikan potensi di daerah tersebut.

"Ekonomi juga harus dilihat dari berbagai aspek, jangan hanya dilihat dari satu sisi, bahwa pembangunan itu akan memajukan ekonomi. Tapi juga harus dilihat aset-aset yang telah diinvestasikan sebelumnya," ujar Totok.

Agar tidak terjadi kasus seperti di atas, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyarankan agar penataan perekonomian ke depan, semua pihak dan pemangku kepentingan harus menjalin komunikasi yang sehat dan terbuka.

"Dalam arti, kalau ada persoalan-persoalan seperti potensi kerugian ekonomi dan sebagainya, harus diungkapkan ke publik," ujarnya.

Terkait dengan masalah ini, Pertamina juga tidak boleh sungkan mengungkapkan potensi kerugian dan menurunnya produksi migas di blok tersebut akibat ditutupnya sejumlah anjungan dan tidak bisa dieksplorasinya sejumlah titik, karena akan menjadi jalur pelayaran menuju pelabuhan.

"Jadi, antar elemen di pemerintahan mestinya saling memberikan informasi secara terbuka, jangan ewuh pakewuh, jangan merasa Pertamina itu gak enak kerena BUMN. Masa kok kita menolak pemerintah," ujarnya.

Masalahnya bukan menolak atau menerima, karena ini adalah persoalan nasional. "Jadi pembangunan itu pada dasarnya harus menimbulkan kesejahteraan. Dan itu artinya, jangan sampai menimbulkan kerugian bagi investasi yang sudah dijalankan. Jadi wajar jika Pertamina keberatan," ungkap Totok.

Apabila memang bisa menganggu produksi migas nasional, lanjut Totok, sebaiknya pemerintah memindahkan ke tempat lain. "Kalau perlu dibatalkan, supaya tidak mengganggu produksi minyak kita," tandasnya.

Perlu diketahui, Blok ONWJ berproduksi sejak 1971 dan saat ini dioperasikan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ. PHE ONWJ memasok gas ke PT Pupuk Kujang, BBM ke Jabodetabek, serta pembangkit listrik PLN Tanjung Priok dan Muara Karang, serta SPBE Bus TransJakarta. Selain itu, di blok ini terdapat pipa gas Pertamina EP yang memasok ke hampir 30 industri di Jawa Barat.

Produksi gas PHE ONWJ pada tahun 2013 sebesar 200 juta kaki kubik per hari dan PT Pertamina EP sebsar 63 juta kaki kubik per hari. Adapun rata-rata produksi minyak hariannya sebesar 40.000 barel per hari. Saat ini PHE ONWJ juga menjadi produsen minyak terbesar keempat di Tanah Air.

Apabila PHE ONWJ harus memendam pipa, diperlukan biaya lebih dari Rp 11 triliun. Adapun potensi kehilangan pendapatan akibat pembangunan pelabuhan, yakni sebesar Rp130 triliun dan Pertamina EP sekitar Rp 1.4 triliun. Cadangan migas 750 juta barel untuk masa depan pun tidak bisa dimanfaatkan apabila Pelabuhan dibangun di lokasi ini.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis :
Editor :
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper