Bisnis.com, JAKARTA—Pasokan gas pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) Muara Tawar dan Tanjung Priok dipasok dari Floating Storage Regasification Unit (FSRU) Lampung milik PT Perusahaan Gas Negara (Persero) ketika opsi pemindahan pipa gas milik PHE ONWJ dilakukan.
Deputi Pengendalian Komersial Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Widhyawan Prawiraatmadja mengatakan jika opsi pemindahan anjungan milik PT Pertamini Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ) maka akan mengganggu pasokan gas untuk PLTGU Muara Tawar dan Tanjung Priok.
“Memang berat karena pasti terganggu. Karena itu, diperlukan langkah antisipasi misalnya mengambil dari FSRU Lampung,” katanya seperti dikutip Bisnis, Sabtu (9/8/2014).
Dikonfirmasi soal infastruktur pipa yang harus dibangun jika sumber pasokan gas dialihkan, Widhyawan menjelaskan pembangunan pipa tidak membutuhkan waktu yang lama. Pemasangan pipa, jelasnya, bisa dilakukan dengan menghubungkan pipa milik Pertamina dan PGN yang telah ada.
Perlu diketahui, pemindahan rig Pertamina berisiko memadamkan listrik di seluruh Jakarta. Saat ini, tulang punggung pasokan listrik wilayah DKI Jakarta berasal dari PLTGU Muara Tawar dan Tanjung Priok
Pembangkit tersebut menggunakan gas yang dipasok melalui FSRU Jawa Barat dan PHE ONWJ. Kedua pembangkit membutuhkan 420 juta kaki kubik per hari (Million Standard Cubic Feet per Day/MMSCFD), yang berasal dari FSRU mencapai 300 MMSCFD, sementara pasokan dari PHE ONWJ mencapai 120 MMSCFD.
Kondisi saat ini, PLTGU tersebut tidak memiliki pasokan gas dari wilayah lain karena pipa yang menghubungkan kedua pembangkit hanya satu yang berasal dari ONWJ.
Berdasarkan catatan Bisnis, Direktur Utama PHE Tenny Wibowo mengungkapkan bila pembangunan pelabuhan Cilamaya akan berpengaruh pada produksi migas. Pasalnya, beberapa anjungan lepas pantai ONWJ bakal dibongkar.
“Akan ada banyak pipa migas yang didalamkan dan platform harus dipindahkan,” ujarnya.
Bisnis mencatat, blok bekas British Petroleum tersebut merupakan salah satu dari 3 blok yang jumlah lifting minyak pada APBN-P 2014 meningkat dibandingkan dengan APBN 2014. Sementara, kedua blok lainnya adalah Blok West Madura Offshore (WMO) dan Blok Coastal Plain Pekanbaru (CPP).
Blok ONWJ ditargetkan memproduksi 39,79 juta barel per hari (million barel oil per day/MBOPD) pada APBN-P 2014 atau meningkat 0,39 MBOPD dari APBN 2014.
Tenny pernah mengungkapkan bila beberapa platform dipindahkan maka produksi bisa turun. Padahal pada Mei 2014, lifting minyak berhasil tembus ke level 46.200 BOPD. Selain itu, jelasnya, dia mempertanyakan soal pembiayaan pergeseran pipa.
Di sisi lain, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Dedy S. Priatna mengatakan PHE dan SKK Migas sepakat bila pipa-pipa tersebut harus digeser dan dipindahkan ke tempat yang lebih aman. “Syaratnya, semua biayanya ditanggung oleh pemerintah,” ujarnya.
Dia memperkirakan biaya pemindahan pipa tersebut bisa mencapai US$80 juta hingga US$120 juta. Hanya saja, angka tersebut belum belum pasti karena pihaknya masih menghitung rincian biaya konstruksi tersebut.
Menurutnya, permasalahan terbesar yang dialami PHE justru bukan karena pemindahan pipa tersebut, melainkan potensi kehilangan pendapatan karena penghentian aktivitas lifting selama proses pemindahan. “Revenue opportunity bisa mencapai Rp700 triliun,” katanya.