Bisnis.com, JAKARTA — Tim pengawas tenaga kerja Indonesia DPR menilai berulangnya aksi premanisme yang menjerat para tenaga kerja Indonesia merupakan dampak buruk dari lemahnya penegakan hukum di Tanah Air.
Wakil Ketua Timwas TKI DPR Poempida Hidayatulloh menegaskan dalam konteks penegakan hukum yang dibutuhkan dalam masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) ini tidak hanya pada basis pidana khusus korupsi saja.
“Namun juga harus merambah pada aspek kekerasan, intimidasi, penipuan, serta isu perdagangan manusia,” katanya, Kamis (7/8/2014).
Aksi premanisme kembali marak terutama saat TKI kembali dari negara penempatan di Bandara Soekarno-Hatta. Beberapa waktu lalu, dalam sidak yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tertangkap tangan sedikitnya 18 orang preman yang satu diantaranya adalah anggota TNI AD, dan dua orang polisi memeras TKI.
Menurut Poempida, pelanggar aturan harus diberikan sanksi seberat-beratnya, apalagi ini menyangkut pahlawan devisa. Ini untuk memberikan efek jera. “Sehingga dalam konteks penyelesaian masalah penempatan dan perlindungan TKI dapat diminimalisasi,” tegasnya.
Selain itu, jelas Poempida, tim pengawas juga akan berkoordinasi dengan KPK untuk mengevaluasi kinerja Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). “Namun kita akan kaji sesuai dengan UU No. 39/2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.”
Sementara itu, guna melindungi TKI kemenakertrans terus melakukan pembenahan dengan meningkatkan kinerja. “Kami akan berkoordinasi dengan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI [BNP2TKI], Angkasa Pura, imigrasi, serta kepolisian,” kata Suhartono, Kepala Humas Kemenakertrans, Kamis (7/8/2014).
Pelaksanaan peningkatan kerjasama dalam hal perlindungan TKI tersebut sesuai dengan Permenakertrans No. 16/ 2012 tentang Tata Cara Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia secara Mandiri ke Daerah Asal.