Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyatakan, pemerintah mesti mengatur secara menyeluruh penggunaan mata uang Rupiah dalam semua kegiatan logistik di tanah air.
Wakil Ketua bidang Perdagangan dan Kepabeanan Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) DKI, Widijanto mengatakan pengaturan biaya logistik dengan mata uang Rupiah sebaiknya tidak hanya didalam areal/fasilitas pelabuhan saja.
“Tetapi tolong diatur juga yang diluar pelabuhan seperti yang ada di depo petikemas,maupun yang diberlakukan oleh agen kapal asing terkait biaya demurage,” ujarnya kepada Bisnis, Selasa (15/7/2014).
Widijanto menjelaskan selama ini biaya demurage atau keterlambatan penggunaan peti kemas dibebankan dalam mata uang dollar kepada importir dan eksportir. “Importir juga masih terbebani dalam mata uang dollar untuk biaya repair peti kemas jika terjadai kerusakan di depo,” ujarnya.
Dirtjen Perhubungan Laut Kemenhub Bobby R.Mamahit mengatakan penggunaan transaksi dalam mata uang Rupiah terhadap layanan angkutan laut dan jasa kepelabuhanan, tidak akan dikenakan terhadap freight atau tarif angkut kapal yang melayani rute internasional.
“Kalau freight itu kan sifatnya b to b, jadi tidak mungkin pemerintah atur soal itu. Apalagi jika terkait freight internasional yang telah diberlakukan oleh perusahaan pelayaran,” ujarnya di konfirmasi Bisnis.
Dia menambahkan transaksi dalam mata uang Rupiah diberlakukan di seluruh Pelabuhan Indonesia, setelah keluarnya instruksi Menteri Perhubungan EE Mangindaan kepada para dirjen terkait, dan untuk segera menyusun regulasi turunannya.
Bobby menambahkan beberapa biaya jasa kepelabuhanan yang masih menggunakan mata uang asing al; biaya pandu dan tunda kapal khususnya terhadap kapal-kapal asing, serta biaya bongkar muat peti kemas internasional atau container handling charges (CHC) di terminal peti kemas. “Biaya-biaya itu nanti mesti menggunakan mata uang Rupiah,” tuturnya.