Bisnis.com, JAKARTA - Keinginan pemerintah untuk bisa meningkatkan pendapatan negara melalui kenaikan royalti Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara, dinilai tidak akan berjalan dengan baik.
Guru Besar Pertambangan di Institut Teknologi Bandung (ITB) Irwandy Arief menilai kenaikan royalty batu bara itu justru akan mengurangi pendapatan serta munculnya dampak lain di industri pertambangan batu bara.
Menurut mantan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) itu, rencana pemerintah menaikan royalti batu bara IUP juga Perjanjian karya pengusahaan batu bara (PKP2B) generasi 2 dan 3, tidak tepat dilakukan sekarang ini.
Dia menilai kenaikan royalti batu bara sebaiknya dilakukan berdasarkan indeks harga batu bara, sehingga baik pengusaha maupun pemerintah tidak akan dirugikan karena besarannya sesuai dengan harga yang beredar di pasaran internasional.
“Kenaikan royalti sebaiknya menunggu perbaikan harga batu bara, kecuali kalau menggunakan indeks harga batu bara,” ujarnya, Jumat (4/7/2014).
Dengan kenaikan tersebut, lanjut Irwandy, penerimaan pemerintah daerah akan mengalami kenaikan, tetapi sebaliknya pemerintah pusat akan mengalami kekurangan pendapatan. Dampak lainnya, akan ada kekurangan dana untuk kegiatan Corporate Sosial Responsibility (CSR) dan dampak yang lebih besar adalah penurunan jumlah karyawan, karena perusahaan harus melakukan efisiensi.
“Untuk menjaga pendapatan pemerintah, pemerintah sebaiknya melakukan penertiban ilegal mining dan mengintegrasikan kebijakan untuk ketahanan energi nasional.”
Seperti diketahui, rencana kenaikan royalti batu bara untuk pemegang IUP batu bara dilakuakn melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 9 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam rencana revisi PP tersebut, royalti IUP batu bara akan dinaikan setara dengan pemegang PKP2B sebesar 13,5%.