Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perumahan Rakyat melaporkan 60 pengembang di Jabodetabek kepada Kejaksaan Agung atas dugaan tindak pelanggaran terhadap ketentuan hunian berimbang.
Menpera Djan Faridz mengatakan kementerian melalui pelaporan itu meminta Kejaksaan Agung melakukan pengusutan atas temuan hasil kajian yang dilakukan sebelumnya.
"Hari ini saya melaporkan pengembang yang tidak melaksanakan hunian berimbang. Saya minta kejaksaan itu untuk melakukan pengusutan sebab ada pengembang yang tidak memenuhi aturan hunian berimbang," katanya, Jumat (13/6/2014).
Dalam kajiannya, Djan menyatakan Kementerian menemukan 60 pengembang di Jabodetabek belum memenuhi ketentuan tersebut.
Perusahaan-perusahaan properti, jelasnya, telah mengembangkan baik hunian mewah maupun hunian menengah. Namun, lanjutnya, para pengembang tersebut enggan mengembangkan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
"Dalam aturan tegas ditetapkan soal proporsi pembangunan 1:2:3 untuk hunian mewah, menengah dan murah. Atau pembangunan rusunami [rumah susun milik] 20% dari luas apartemen komersial yang dibangun," tegasnya.
Padahal, jelas Djan, bila seluruh pengembang itu melakukan kewajibannya tingkat kebutuhan hunian, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa ditekan.
Dia menjelaskan dengan asumsi pembangunan apartemen komersial seluas 10 juta m2 yang dilakukan pengembang itu di Jakarta dapat menyumbang sebanyak 2 juta m2 luas unit rusunami bagi MBR.
"Atau dapat 80.000 unit rusunami. Itu baru di Jakarta, belum Bekasi, Tangerang, dan lain-lain," ujarnya. Djan menuturkan pada Senin (16/6/2014) kementerian akan melaporkan dugaan pelanggaran itu kepada Polri.
Adapun, ketentuan hunian berimbang tertuang dalam Undang-Undang No.1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan UU No.20/2011 tentang Rumah Susun.