Bisnis.com, JAKARTA--PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) siap merealisasikan pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 600 megawatt (MW) dengan nilai US$750 juta pada awal tahun depan guna meningkatkan kinerja produksi Inalum.
Direktur Utama Inalum Winardi mengatakan perusahaan membutuhkan investasi sekitar US$1,9 miliar untuk peningkatan kapasitas, baik melalui optimalisasi maupun ekspansi.
Rencananya, dana tersebut akan digunakan untuk pembangunan satu line pabrik pengolahan baru (alumina menjadi aluminium ingot), ekspansi pelabuhan, dan pembangunan pembangkit listrik.
Dengan ketiga rencana pembangunan tersebut, pihaknya menargetkan produksi aluminium ingot Inalum bisa mencapai 500.000 ton per tahun pada 2019.
Sebagai tahap awal, pihaknya akan segera merealisasikan pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Pembangunan pembangkit listrik diprioritaskan lantaran waktu pembangunan yang memakan waktu lama, yakni sekitar 36 bulan-40 bulan.
“Kalau butuh 600 MW, hitung-hitungan ya kalian tahu, sekitar US$750 juta. Kalau arus listriknya kuat, produksi juga terus bisa dimaksimalkan. Diperkirakan paling lambat bisa ground breaking semester I tahun depan,” kata Winardi usai bertemu Menperin M.S. Hidayat, Jumat (13/6/2014).
Untuk pendanaan, sekitar 35% menggunakan kas perusahaan dan sisinya dari luar perusahaan. Setelah pembangunan pembangkit listrik, pembangunan yang segera direalisasikan selanjutnya adalah pembangunan smelter alumina menjadi aluminium ingot yang baru.
Diperkirakan, untuk membangun satu line pengolahan lagi membutuhkan dana sekitar US$1,2 miliar.
Adapun saat ini, produksi aluminium ingot Inalum mencapai 256.602 ton/tahun, padahal target awal hanya 254.000 ton/tahun. Dia menargetkan, dengan optimalisasi, produksi tahun ini bisa mencapai 260.000 ton/tahun.
“Pembangunan smelter paling tidak 2 tahun waktunya, 2018 sudah mulai ada penambahan. Sekarang masih dalam proses memilih konsultan, kemudian feasibility study (FS) juga belum selesai,” tambah dia.
Untuk bisa memproduksi aluminium ingot sebanyak 500.000 ton per tahun, diperlukan alumina sebanyak 1 juta ton per tahun. Saat ini, bahan baku tersebut diperoleh masih melalui impor.
Ke depan, pihaknya berencana melakukan kerjasama dengan perusahaan lain untuk membangun pabrik pengolahan bauksit menjadi alumina. Dikabarkan, Inalum tengah melakukan pendekatan dengan PT Aneka Tambang Tbk dan satu perusahaan China untuk bisa melakukan kerjasama itu.
“Ini harus dimulai dari sekarang. Masih dalam pembicaraan, karena kami tidak mayoritas, jadi kami belum tahu. Paling tidak penunjukkan kontraktor bisa tahun depan, kemudian tahun ini bisa terbentuk joint venture,” jelas Winardi.