Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

RAPBN-P 2014: Subsidi Listrik Disepakati Rp103,8 Triliun

Pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati subsidi listrik dalam RAPBN Perubahan 2014 sebesar Rp103,82 triliun lebih rendah dari usulan pemerintah Rp107,1 triliun.

Bisnis.comJAKARTA -- Pemerintah dan Badan Anggaran DPR menyepakati subsidi listrik dalam RAPBN Perubahan 2014 sebesar Rp103,82 triliun lebih rendah dari usulan pemerintah Rp107,1 triliun.

Angka kesepakatan itu berkurang setelah memperhitungkan asumsi kurs rupiah Rp11.600 per dolar Amerika Serikat dan kemampuan bayar utang PLN kepada kreditur.

"Itu ada syarat PLN supaya memenuhi debt to service coverage ratio 1,54%, butuh subsidi Rp103 triliun," jelas Wakil Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro seusai rapat dengan Banggar, Jumat (13/6/2014).

Semula dengan asumsi kurs Rp11.700 per dolar AS dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$105 per barel, subsidi listrik mencapai Rp95,45 triliun. 

Dengan memperhitungkan kekurangan pembayaran subsidi dari pemerintah pada PLN pada 2013 yang digeser (carry over) ke 2014 sebesar Rp11,79 triliun -- setelah carry over Rp10 triliun digeser lagi ke 2015 -- maka subsidi listrik menjadi Rp107,1 triliun. 

Angka itulah yang semula diusulkan pemerintah kepada DPR dalam nota keuangan RAPBN-P 2014. 

Namun, karena asumsi kurs rupiah yang disepakati DPR Rp11.600 per dolar AS, maka subsidi listrik berkurang menjadi Rp94,26 triliun.

Dengan memperhitungkan carry over Rp11,79 triliun dan penghematan Rp8,51 triliun dari kenaikan tarif listrik pada enam golongan pelanggan, maka subsidi menjadi Rp97,54 triliun.

Akan tetapi, angka Rp97,54 tidak memenuhi rasio kemampuan bayar utang (debt to service coverage ratio) sedikitnya 1,54% yang disyaratkan oleh Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (ADB) sebagai kreditur PLN dalam proyek PLTA Upper Cisokan.

Untuk memenuhi syarat itu, kemampuan bayar utang PLN paling tidak harus Rp103,82 triliun. Carry over tahun ini pun berubah menjadi Rp18,07 triliun untuk menyesuaikan DSCR. Dengan demikian, carry over ke 2015 hanya Rp3,7 triliun.

Direktur Utama PLN Nur Pamudji menjelaskan DSCR 1,5% untuk memenuhi tata kelola pemerintahan (good governance) yang disyaratkan Bank Dunia dan ADB.

"DSCR itu wajar. Swasta kalau berutang ke bank juga ada DSCR-nya. Takutnya, Anda sudah saya kasih utang, tapi Anda tidak siap duitnya buat bayar utang," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper