Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi petani kakao pesimis beleid yang baru diluncurkan oleh Kementerian Pertanian bisa berjalan dalam waktu dekat. Sebab, masih banyak petani yang belum paham bagaimana meningkatkan kualitas basil panennya.
Sebelumnya, Kementan merilis Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 67/2014 tentang Persyaratan Mutu dan Pemasaran Biji Kakao yang mengisyaratkan kewajiban petani atau kelompok tani melakukan fermentasi sebagai upaya peningkatan kualitas biji kakao national.
"Kami sepakat ada upaya peningkatan kualitas, malah kami akan ikut kawal. Tapi jangan bicara instan," ujar Ketua Umum Asosiasi Petani Kakao Indonesia (Apkai) Arief Zamroni kepada Bisnis, Selasa (10/6/2014).
Arief mengungkapkan, beberapa kendala teknis seperti penyusutan biji kakao yang difermentasi dan masalah selisih harga yang tidak terlalu jauh dengan biji kakao asalan tidak memotivasi petani untuk memperbaiki kualitas panen.
Dia menjabarkan, pemerintah juga belum terlihat serius membina petani terkait pascatanam. Progam Gerakan Nasional (Gernas) Kakao yang usai tahun lalu, katanya, hanya menyentuh sampai penanaman.
Mengenai harga, kata Arief, belum ada standar yang ditetapkan secara baku di seluruh Indonesia, sehingga tidak ada insentif bagi petani yang telah memfermentasi biji kakaonya.
"Selisihnya berbeda-beda di setiap daerah, ada yang Rp2.000/kg, ada yang Rp4.000/kg. Karena itu, petani sulit sekali mendapat harga maksimal," ujarnya.