Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DEFISIT APBN 2014: Terancam Membengkak Jadi 4,69% Atau Rp472 Triliun

Pemerintah mengklaim total defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 bisa capai sekitar Rp472 trilun atau 4,69% terhadap produk domestik bruto (PDB) jika tidak dilakukan perubahan APBN 2014.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah mengklaim total defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 bisa mencapai sekitar Rp472 trilun atau 4,69% terhadap produk domestik bruto (PDB) jika tidak dilakukan perubahan APBN 2014.

Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan kondisi anggaran negara tersebut saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, beberapa anggota mempertanyakan perlunya pembahasan APBNP jika yang terjadi hanya perubahan pada asumsi nilai tukar rupiah dan sudah adanya rencana pemotongan anggaran mencapai Rp100 triliun sesuai Instruksi Presiden No. 4 Tahun 2014.

"Jika pemerintah tidak melakukan tindakan atau proyeksi yang didasarkan pertumbuhan ekonomi dan kurs, maka risiko defisit anggaran bisa mencapai 4,69% [meleset] dari yang sebelumnya 1,69% [Rp175,4 triliun]," ujarnya, Senin (9/6/2014).

Penurunan penerimaan pajak yang siginifikan disebut-sebut menjadi salah satu pemicunya. Penurunan penerimaan tersebut, lanjutnya, terjadi bukan hanya karena penurunan petumbuhan ekonomi Indonesia, tapi juga karena adanya penurunan komoditas.

Wamenkeu Bambang P.S Brodjonegoro mengatakan jika pemerintah hanya berdiam saja, target penerimaan pajak bisa berkurang sekitar Rp100 triliun. Padahal, target awal penerimaan pajak dalam APBN 2014 senilai Rp1.110 triliun.

Bambang pun menyatakan, subsidi BBM maupun listrik yang naik akan memicu defisit lebih lebar jika tidak ada upaya pemotongan anggaran belanja di kementerian/lembaga.

Seperti diketahui, subsidi BBM lagi-lagi menjadi masalah krusial dalam pembahasan APBN Perubahan 2014 karena berpotensi membengkak Rp74,3 triliun dari pagu APBN 2014 senilai Rp210,7 triliun.

Lifting minyak pun disebut sebagai salah satu pengurang penerimaan. Akibat adanya pelemahan nilai tukar rupiah, realisasi lifting yang menurun dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) memicu pembengkakan subsidi, termasuk subsidi listrik yang dapat melambung Rp35,7 triliun dari pagu Rp71,4 triliun.

Saat ditanya opsi penaikan harga BBM, Bambang pun tetap menyatakan tidak bisa.

“Kan tidak semudah menaikan harga bawang,” ujarnya.

Perubahan nilai tukar rupiah, menurut Bambang menjadi penyebab utama seluruh asumsi makro meleset dan berakibat memburuknya defisit anggaran jika pemerintah tidak melakukan perubahan.

Setiap penguatan dolar AS terhadap rupiah Rp100 diestimasikan akan membuat defisit anggaran bertambah sekitar Rp 3-4 triliun.

"Jadi kalau asumsinya Rp10.500 per dolar AS dan sekarang Rp11.700 per dolar AS, berarti tambahan defisitnya mencapai Rp 48 triliun," ujar Chatib.

Efek inflasi dan lain-lainnya dianggap berdampak kecil pada pelebaran defisit anggaran negera.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper