Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan prediksi tingginya defisit neraca berjalan pada kuartal II/2014 dinilai wajar karena efek musiman yang sudah biasa terjadi.
Walaupun demikian, dia menyatakan dengan tegas atas segala upaya yang sudah dilakukan pemerintah baik dalam kebijakan fiskal maupun moneter, defisit transaksi berjalan yang tejadi pada kuartal II/2014 akan lebih rendah dari kuartal II/2013, yakni 4,4% dari PDB atau US$9,8 miliar.
“Masih sangat wajar, makanya sampai akhir tahun defisitnya di bawah 3%,” ujarnya seusai rapat kerja dengan DPR, Kamis (5/6/2014).
Ia menggambarkan dengan singkat, siklus itu terjadi karena perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspansi mulai mengimpor barang baku dan mesin dalam jumlah banyak karena di awal tahun tidak bisa mendapatkan kredit dan tidak ada investasi.
Namun, tren naik tersebut dinilai akan turun di kuartal III dan IV karena perusahaan cenderung melakukan pengurangan investasi.
Ekonom CORE Hendri Saparini mengatakan defisit transaksi berjalannya akan tertekan karena jasa dan pendapatan pasti selalu defisit.
Menurutnya, kondisi tersebut diperparah dengan neraca perdagangan April 2014 yang kembali defisit sebesar US$1,96 miliar.
Situasi inilah yang kemudian dinilai memicu pelemahan nilai rupiah karena ada penekanan di perdagangan seiring dengan adanya puasa dan lebaran.
“Pasti gelombang impor akan jauh lebih tinggi sementara kita tidak punya harapan pertumbuhan ekspor penopang belum ada harapan adanya kenaikan harga atau kenaikan permintaan,” ujarnya.
Ia mengatakan langkah Bank Indonesia menaikan suku bunga memang benar agar investasi tidak terlalu tinggi, demand tidak terlalu tinggi sehingga impor berkurang.
Namun, faktanya pertumbuhan impor tidak melambat. Menurutnya, langkah strategis tidak bisa hanya dilakukan oleh Bank Indonesia, tetapi harus ada kolaborasi dengan pemerintah untuk memilih sektor yang akan didorong dan sektor yang akan diredam.
“Kalau dengan menaikan suku bunga artinya semua sektor itu kena dampak yang sama,” ujarnya.