Bisnis.com, JAKARTA --Moratorium pembukaan hutan dan lahan gambut memasuki usia tiga tahun.
Namun, hingga saat ini, masih terdapat pro-kontra terkait moratorium pembukaan hutan dan lahan gambut yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tiga tahun lalu. Padahal, dalam waktu dekat SBY akan segera lengser dari kursi kepresidenan karena pemerintahannya akan segera berakhir.
Juru Kampanye Hutan Greenpeace Teguh Surya mengatakan,moratorium tidak melindungi semua hutan, tetapi hanya yang dianggap hutan 'primer' oleh Kementerian Kehutanan.
“SBY berkeinginan kuat untuk mempromosikan transisi ekonomi "hijau", dan moratorium merupakan langkah ke arah yang benar, namun sedikit yang telah dilakukan,” kata Teguh dalam keterangan resmi, Selasa (20/5/2014).
Dia melanjutkan, kebijakan warisan SBY tersebut terancam risiko bencana asap, jika ia tidak segera menegakkan moratorium dan meningkatkan perlindungan bagi semua hutan dan lahan gambut.
Tercatat 6,4 juta hektar hutan dan lahan gambut telah hilang di bawah kebijakan moratorium antara Mei 2011 hingga November 2013, demikian menurut analisis pemetaan Greenpeace dari lima peta moratorium yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan pada interval 6 bulan.
"Selama tidak ada kebijakan menyeluruh untuk melindungi hutan dan gambut, maka moratorium harus tetap berlaku melampaui 2015," kata Teguh
Dia menambahkan, masalah juga terkait kurangnya data yang dapat dipercaya dan kredibel, yang bisa diselesaikan dengan inisiatif Satu Peta, atau pengembangan lebih lanjut pada lahan gambut kaya karbon serta isu-isu yang masih harus diselesaikan segera.
"Pemain besar seperti APP, Wilmar dan GAR telah menetapkan batas jauh lebih tinggi dari pemerintah dengan komitmen mereka untuk menghentikan semua penebangan pada kawasan stok karbon tinggi,” lanjut Teguh.
Menurutnya, pemerintah seharusnya mendukung inisiatif ini dan menghilangkan hambatan bagi pelaksanaan kebijakan Nol Deforestasi melalui pendekatan Stok Karbon Tinggi.
Misalnya, dengan memungkinkan pertukaran lahan dan mengkaji izin, terutama bagi mereka yang beroperasi di lahan gambut.
"Kami mendesak SBY untuk menerbitkan peraturan gambut yang kuat yang melindungi semua lahan gambut,” tegasnya.
Selain itu, lanjut Teguh, peraturan tersebut dituntut tidak memungkinkan pengembangan lebih lanjut pada lahan gambut bukan hanya untuk mengendalikan emisi gas rumah kaca, tetapi juga untuk memecahkan penyebab kebakaran lahan gambut di Sumatra dan Kalimantan.
Di sisi lain, Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kemenhut Yuyu Rahayu mengatakan, moratorium masih menjadi salah satu senjata guna menghadang laju deforestasi Indonesia.
“Meski banyak program yang juga kami canangkan untuk menahan laju deforestasi, tetapi moratorium adalah core dari kebijakan yang ada,” ujarnya di Jakarta, Senin (19/5).
Dia menjelaskan, adanya moratorium membuat kerja Kemenhut kian praktis. Meski tetap ada pengajuan penggunaan lahan, tapi tetap dilakukan pengecekan secara komprehensif dan langsung untuk membedakan lahan gambut atau bukan.