Bisnis.com,JAKARTA- Komisi Tetap bidang Logistik Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Akbar Djohan menyatakan pemerintah perlu secepatnya memuat dan menetapkan daftar komoditas pokok, guna menggenjot nilai transaksi logistik dan penurunan biaya.
Dia menyatakan hal tesebut seiring dengan target penurunan biaya logistik yang kini masih mencapai 24,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) secara nasional. Target penurunan biaya logistik yang telah ditetapkan Tim Sislognas (sistem logistik nasional) tersebut sekitar 3%, atau setara Rp180 triliun.
“Kalau mau merancang biaya logistik dengan infrastruktur itu lumayan lama, agar bisa cepat, ya seharusnya penetapan komoditas pokok tersebut,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (16/5/2014).
Informasi yang didapatkan Bisnis, saat ini Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah memproses sekitar 18 jenis barang untuk ditetapkan sebagai komoditas pokok, termasuk sembilan bahan pokok (Sembako) bagi masyarakat. Akan tetapi, hingga saat ini belum terdapat ketetapan dari Kemendag untuk melepas komoditas pokok tersebut ke pasar.
Menurut Akbar, setelah adanya penetapan komoditas pokok itu, para pelaku bidang logistik dapat meningkatkan volume jasa logistik. “Karena volume yang meningkat tersebut, dipastikan biaya logistik pun akan surut,” ujarnya.
Sejauh ini, berdasarkan pengamatannya, untuk menangani distribusi komoditas pokok tersebut, pemerintah masih mengandalkan hak monopoli. Sehingga, lanjutnya, tidak banyak penyedia jasa yang mendapatkan nilai lebih distribusi komoditas tersebut.
Dia mengatakan dari seluruh nilai volume produksi komoditas tersebut, seperti beras, menyimpan potensi transaksi logistik sekitar 35%. Sementara dari data Supply Chain Indonesia (SCI), komoditas pokok yang mayoritas berasal dari sektor pertanian, dapat berkontribusi ke jasa logistik sebesar Rp91,9 triliun.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldy Masita membenarkan bahwa produk industri nasional berpotensi menurunkan biaya logistik, bahkan dapat menjadikan jasa logistik menjadi kampiun di pasar internasional. Alasannya, dengan memperhitungkan besarnya pasar Indonesia dan pertumbuhan yang baik, nilai perdagangan pun akan terdongkrak.