Bisnis.com, JAKARTA -- Hingga saat ini, Kementerian Perdagangan belum juga mengumumkan langkah antisipatif menghadapi dampak El Nino yang diprediksi tiba lebih awal, termasuk mengungkapkan kemungkinan dibukanya keran impor lebih deras untuk mengantisipasi kekurangan.
Namun, dari kacamata analis ekonomi, badai panas tersebut berpeluang kian menciderai neraca perdagangan Indonesia pertengahan tahun ini.
Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Tbk) Destry Damayanti menjelaskan apabila El Nino tahun ini seburuk tahun lalu, dampaknya ke Indonesia adalah memburuknya neraca perdagangan karena impor pangan diperkirakan meningkat.
“Jadi dampaknya terhadap perekonomian akan sangat negatif. Selain itu, sudah pasti akan memberi tekanan ke atas pada inflasi karena harga pangan akan cenderung meningkat akibat suplai terganggu,” lanjutnya.
Di lain pihak, Ketua DPP Perpadi Nellys Sukidi mengatakan El Nino hanya akan memperburuk gangguan produksi padi, yang memang sudah menurun akibat anomali cuaca sejak awal tahun.
Guna mengantisipasi dampak buruk tersebut, lanjutnya, pemerintah diharapkan tidak tabu impor apabila memang pasokan di dalam negeri kurang.
“Kita harus lihat pasokan di gudang Bulog. Kalau memang sampai El Nino tiba tidak mencukupi, ya jangan tabu impor. Kalau tidak, nanti spekulan [beras] yang akan bermain. Itu akan lebih berbahaya.”
Sebenarnya, kata Nellys, manuver menggenjot impor dan bahaya gangguan pasokan bahan pokok bisa saja dihindari apabila manajemen pangan dilakukan dengan baik oleh pemerintah sebelum El Nino tiba.
Sekadar catatan, cadangan beras yang dimiliki Perum Bulog (Persero) awal tahun ini merupakan sisa dari pasokan tahun lalu yang menembus 3,511 juta ton.
Menurut perhitungan otoritas perdagangan, konsumsi beras nasional adalah sekitar 36 juta ton/tahun.
Dalam keadaan ideal, produksi beras nasional per tahun harus mengalami kenaikan minimal 5%, mengikuti pertumbuhan kebutuhan domestik.
Apabila kenaikan produksi kurang dari angka tersebut, serapan buffer stock dari dalam negeri akan sulit terpenuhi. Akibatnya, potensi pembukaan keran impor pun melebar.
“Saat ini, Perum Bulog seharusnya menyerap dan memperbanyak pasokan selagi bisa, karena hal tersebut tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan bila sudah memasuki musim panen kedua atau ketiga.”