Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha memprediksi produksi karet pada tahun ini akan turun sekitar 8% akibat terpaan cuaca ekstrem yang menyebabkan gugur daun dan pembungaan yang tidak sempurna sejak bulan ini.
Tahun lalu, produksi karet kering sempat mencapai 3,1 juta ton, yang naik dari 3,01 juta ton pada tahun sebelumnya, dengan volume eksportasi 2,7 juta ton atau mencapai 87% dari total produksi meski nilainya turun dari US$7,86 miliar pada 2012 menjadi US$6,9 miliar.
“Sampai April masih parah, tapi kira-kira Mei baru ada perbaikan produksi. Semester I masih sesuai prediksi, tapi yang kami takutkan itu semester II,” tutur Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Daud Husni Basari kepada Bisnis.com, Jumat (4/4/2014).
Daud memperkirakan anomali cuaca berupa el nino yang mengakibatkan kemarau yang memanjang pada semester II 2014 akan menurunkan produksi antara 250.000-300.000 ton. Jika hal ini benar terjadi, paparnya, maka produksi karet kering nasional akan kembali tidak akan sanggup menembus kisaran 3 juta ton.
Di sisi lain, kata Daud, penurunan produksi itu diperparah dengan tidak adanya revitalisasi kebun karet sementara pihaknya pesimistis akan ada ekspansi areal tanam karet tahun ini karena pelaku usaha masih terbelit masalah logistik dan transportasi yang tidak berpihak kepada pebisnis.
Dia mengungkapkan, hal ini masih diperparah dengan industri hilir karet yang sulit berkembang dengan kebijakan pemerintah yang tidak kunjung mendukung industri lokal. “DNI (Daftar Negatif Investasi) itu, ngapain pemerintah mengundang investor asing kalau bengkel lokal saja bisa masuk [ke produk hilir]?” ujarnya.
Daud menjelaskan industri hilir karet semacam karet gelang dan balon sebenarnya bisa dikerjakan dalam skala rumah tangga, sehingga tidak ada urgensi untuk mengundang investor asing ikut bermain. Pasalnya, kata Daud, kalau industri multi-nasional asing ikut bermain, hal ini akan langsung menghantam pelaku usaha lokal.