Bisnis.com, JAKARTA - Total tambahan defisit anggaran diperkirakan bisa mencapai Rp22,84 triliun—Rp28,85 triliun, termasuk efek tingkat imbal hasil surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan yang lebih tinggi.
Yudhistira Slamet, Head of Debt Research PT Danareksa Sekuritas, menjelaskan prediksi itu diperoleh dengan melihat realisasi dari beberapa indikator dalam 2 bulan pertama tahun ini, yang menyimpang dari asumsi dasar makro ekonomi, terutama untuk asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
“Selain itu, peluang produksi minyak yang lebih rendah yakni 800 juta barel per hari, serta harga minyak dunia yang lebih tinggi untuk tahun ini akan memberikan tambahan defisit Rp12,32 triliun—Rp14,89 triliun,” ujarnya, Selasa (11/3/2014).
Dalam APBN 2014, asumsi nilai tukar rupiah berada di level Rp10.500 per dolar AS, sedangkan rata-rata dalam 2 bulan pertama 2014. Selanjutnya, dalam 12 bulan terakhir masing-masing berada di level Rp11.940 per dolar AS dan Rp10.829 per dolar AS.
Berdasarkan analisis sensitivitas pemerintah di nota keuangan APBN2014, depresiasi rupiah sebesar Rp100 per dolar AS dari asumsi akan menyebabkan tambahan defisit Rp0,95 triliun – Rp1,23 triliun, serta efek dari pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat 1% dari asumsi akan menyebabkan tambahan defisit Rp3,45 triliun – Rp5,59 triliun.
Oleh karena itu, dengan asumsi skenario baru yang digunakan yakni level nilai tukar rupiah di level Rp11.500 per dolar AS dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,71%, maka diperkirakan tambahan defisit yang berasal dari kedua indikator tersebut akan berkisar antara Rp10,52 triliun – Rp13,97 triliun.