Bisnis.com, JAKARTA – Produksi kapas Indonesia selama rentang 6 tahun terakhir yaitu sejak 2008 hingga 2013, belum menampakkan penaikan. Justru kecenderungannya turun, padahal impor terus meningkat.
Data Kementerian Pertanian menyebutkan Jika pada 2008, produksinya masih berada di level 3.800-an ton, pada 2013 turun dikisaran 2.500-an ton. Sementara itu, pada periode yang sama, importasi justru meningkat tajam. Jika pada tahun 2008 impor kapas rata-rata dibawah seribu ton, tetapi pada 2012 impornya mencapai ratusan ribu ton, yaitu 611.800 ton dan pada semester I/2013 impor sudah mencapai 354.200 ton.
Menanggapi hal ini, Direktur Tanaman Semusim Direktorat Perkebunan Kementan Nurnowo Paridjo mengatakan petani enggan mengembangkan komoditas ini karena dinilai kurang menguntungkan. Penyebabnya adalah faktor iklim atau agroklimat.
“Kapas itu tanaman continental yang membutuhkan iklim kering tetapi masih tersedia air. Sementara Indonesia merupakan negara kepulauan yang curah hujannya tinggi, jadi sulit untuk dikembangkan di Indonesia,” katanya, Senin (10/3/2014).
Menurutnya, menanam komoditas ini memiliki resiko gagal panen yang cukup tinggi. Selain itu, biaya produksinya yang tergolong mahal membuat komoditas ini kalah bersaing dengan komoditas sejenis yang berasal dari negara kontinental seperti China dan Mesir.
Karena kondisi inilah, pihaknya tidak heran jika petani tidak melirik komoditas ini untuk dikembangkan karena memang secara ekonomi kalah bersaing dengan komoditas lain seperti kelapa sawit, kakao, tebu dan kopi. Bahkan, perusahaan swasta juga tidak tertarik untuk mengembangkannya.
“Pengembangan yang ada saat ini merupakan program pemerintah yang menggunakan anggaran APBN. Hasil perkebunan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan tekstil tradisional Indonesia seperti tenun dan sejenisnya,” katanya.