Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penguatan Industri Hulu Karet Mendesak Dilakukan

Asosiasi Petani Karet Indonesia Jawa Barat meminta pemerintah memperkuat industri hulu karet rakyat guna mendongkrat pendapatan di tingkat petani.
Industri hulu karet butuh perhatian
Industri hulu karet butuh perhatian

Bisnis.com, BANDUNG — Asosiasi Petani Karet Indonesia Jawa Barat meminta pemerintah memperkuat industri hulu karet rakyat guna mendongkrat pendapatan di tingkat petani.

Penasihat Asosiasi Petani Karet Indonesia Jabar Iyus Supriatna selama ini industri hulu karet rakyat hanya mampu memproduksi bahan olahan karet (bokar) dari 1 ton per hektare. Padahal, idealnya produksi bokar per ha mencapai 1,8 ton per ha.

"Solusinya pemerintah harus melakukan peremajaan klon ungul dan perbaikan sistem sadap dengan sentuhan teknologi modern agar karet yang dihasilkan bisa lebih banyak,” katanya kepada Bisnis, Senin (3/3/2014).

Menurutnya, industri pengolahan bokar saat ini masih dikelola kelompok petani secara swadaya, dengan menggunakan teknologi konvensional.

Sehingga, katanya, wajar jika petani rakyat belum menikmati harga sesungguhnya dari harga jual di dalam maupun luar negeri.

Iyus mengungkapkan pangsa pasar karet di tingkat petani saat ini sudah cukup menggeliat, mengingat mereka secara swadaya mengembangkan perkebunan karet.

“Misalnya di Garut, saat ini dalam kurun waktu 10 tahun perkebunan karet di sana sudah mencapai 2.000 ha. Itu merupakan hasil swadaya mereka yang tergiur mengembangkannya,” katanya.

Dia meminta pemerintah harus lebih agresif menguatkan industri hulu karet dengan terjun langsung ke lapangan, agar persoalan yang dibutuhkan petani bisa diserap secara tepat.

Pihaknya menyebutkan luas lahan perkebunan di Jabar mencapai 66.368 dengan jumlah luas lahan mencapai 55.750 ha.

Sementara itu, Ketua Gabungan Petani Perkebunan Indonesia (Gapperindo) Jawa Barat Mulyadi Sukandar mengatakan pemerintah mulai saat ini harus fokus terhadap peremajaan karet, mengingat harga karet di tingkat dunia kian tinggi.

"Jika tidak ada peremajaan karet, supply bisa berkurang karena umur karet semakin tua, produktivitasnya semakin turun," tutur Mulyadi.

Mulyadi memaparkan karet yang sudah tua harus diganti dengan tanaman muda agar kelanjutan, kelangsungan, dan kelestariannya baru, lebih bagus, dan unggul.

“Selama ini masalah peremajaan karet terdapat pada modal dan bibit.”

Pihaknya menyebutkan wilayah yang saat ini butuh peremajaan karet terdapat di wilayah Sukabumi, Cianjur, Garut selatan, dan Tasik selatan.

Menurutnya, dengan peremajaan, tanaman karet mampu bertahan 25 hingga 30 tahun.

Mulyadi juga menjelaskan teknik penyadapan karet yang dilakukan petani saat ini masih mengandalkan cara tradisional, sehingga produksi yang dihasilkan masih rendah.

Tak hanya itu, penyadapan yang dilakukan masyarakat seringkali melebihi batas standar dan menyebabkan tanaman karet cepat habis.

"Jika penyadapannya tidak benar konsumsi kulit karetnya tidak akan sesuai," katanya.

Dia menjelaskan karet masih menjadi primadona komoditas yang paling dibutuhkan di Indonesia, terutama untuk pabrik ban yang berkontribusi 90%.

"Perkebunan itu kontribusinya sangat besar hingga triliunan untuk ekonomi Jabar sendiri," tuturnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Sumber : Adi Ginanjar Maulana, Dessy Silitonga
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper