Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Properti Singapura: Masih Jadi Pilihan Utama Konsumen Indonesia

Pasar properti di Singapura semakin mengalami perlambatan sejak semester II 2013 seiring dengan kebijakan pengetatan regulasi (colling measure) oleh pemerintah guna meredam kenaikan harga. Namun, Singapura dinilai masih menjadi negara tujuan utama pembelian properti oleh konsumen asal Indonesia.
Properti di Singapura/JIBI
Properti di Singapura/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA--Pasar properti di Singapura semakin mengalami perlambatan sejak semester II 2013 seiring dengan kebijakan pengetatan regulasi (colling measure) oleh pemerintah guna meredam kenaikan harga. Namun, Singapura dinilai masih menjadi negara tujuan utama pembelian properti oleh konsumen asal Indonesia.

Head of Research Jones Lang LaSalle Indonesia Anton Sitorus mengungkapkan saat ini memang warga negara Indonesia tidak lagi menjadi pembeli nomor satu properti di Singapura. Konsumen asal Rusia, lanjutnya, China, Malaysia dan India saat ini menjadi pembeli properti di negeri Jiran tersebut.

 “Pembeli Indonesia itu sudah tidak nomor satu lagi sejak dua tahun lalu,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (17/2/2014)

Dia menuturkan pembeli asal Indonesia akan cenderung melirik properti dalam negeri untuk berinvestasi sebab pasar properti Singapura sudah tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Apalagi, jelasnya, pada saat yang bersamaan industri real estate dalam negeri juga sedang menanjak.

 “Mungkin marketnya [Singapura] sudah tidak sebagus dulu yah. Justru di sini lagi booming-booming-nya,” ujarnya.

Kendati begitu, Anton menilai untuk pembelian properti ke luar negeri Singapura masih menjadi negara tujuan utama bagi konsumen asal Indonesia. Negara lainnya, sambungnya, adalah Australia.

 Di samping itu, dia menyebutkan Malaysia dan China menjadi negara tujuan investasi properti yang juga cukup prospektif bagi orang Indonesia.

 Menurutnya, faktor kedekatan masih menjadi alasan utama pemilihan negara-negara tersebut.

 “Singapura masih yang paling utama. Itu sangat dekat. Australia dan Malaysia juga. Tapi, Hong Kong sudah terlalu mahal dan jauh,”  tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Ismail Fahmi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper