Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menilai Chevron tidak perlu melakukan revisi rencana pengembangan atau plan of development (POD) proyek Indonesia Deepwater Development (IDD).
Susilo Siswoutomo, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), mengatakan tidak ada perubahan teknis dalam pengembangan proyek IDD, sehingga tidak perlu melakukan perubahan POD yang harus disetujui Menteri ESDM.
“Tidak ada perubahan desain teknis pengembangan proyek IDD, apa yang harus direvisi?” katanya di Jakarta, Minggu (16/2/2014).
Elan Biantoro, Kepala Bagian Humas Satuan Kerja Khusus pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), mengatakan revisi POD dilakukan karena ada perubahan asumsi dalam pengembangan proyek itu. Asumsi yang digunakan pada 2008 dianggap tidak lagi sesuai dengan kondisi terkini.
Menurutnnya, perubahan asumsi proyek itu juga mempengaruhi keekonomian lapangan migas yang dikembangkan. Akibatnya, hal itu juga berpengaruh pada pengeluaran cost recovery dan penerimaan negara dari bagai hasil gas yang diproduksi.
“Harga minyak pada 2008 dengan saat ini kan sudah berbeda, begitu juga kurs rupiah terhadap dolar AS. Ini semua berpengaruh pada keekonomian lapangan itu,” katanya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Edy Hermantoro mengatakan perubahan asumsi yang diajukan Chevron masuk ke dalam kategori biaya operasional. Dengan begitu, perusahaan cukup mengajukannya ke SKK Migas tanpa harus menunggu persetujuan Menteri ESDM.
“Pemerintah tidak menjalankan manajemen operasi hulu migas, sehingga kewenangan itu ada di SKK Migas,” ujarnya.
Edy menuturkan pemerintah telah menyetujui POD proyek IDD sejak 2008, sehingga detil operasionalnya saat ini menjadi kewenangan SKK Migas.
Proyek IDD yang dikerjakan Chevron menggabungkan empat kontrak kerja sama, yakni Ganal, Rapak, Makassar Strait, dan Muara Bakau. Dalam keempat konsesi tersebut terdapat lima lapangan yaitu Lapangan Bangka, Gehem, Gendalo, Maha dan Gandang.
Pada rencana awal, Chevron akan mengebor 28 sumur bawah laut di kelima lapangan tersebut yang terintegrasi melalui dua unit produksi terapung (floating production unit/FPU) hub dan satu subsea tie-back.