Bisnis.com, BANDUNG—Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) menilai hingga saat ini pihaknya sangat terbantu dengan adanya intensif berupa relaksasi kebijakan kawasan berikat yang tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 120/2013.
PMK tersebut mengatur relaksasi kebijakan kawasan berikat (KB) dengan penambahan alokasi untuk penjualan lokal Tempat Lain Dalam Daerah Pabean (TLDDP) sebesar 50% dari realisasi ekspor yang semula 75%.
Ketua APKB Ade Riphat Sudradjat mengungkapkan kondisi perekonomian luar negeri yang tidak stabil dengan semakin meningkatnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing telah membuat pasar ekspor KB sedikit tertekan.
“Adanya paket relaksasi yang memberi ruang kepada KB untuk memasarkan produknya ke TLDPP tentu membuat beberapa pengusaha sedikit terbantu, khususnya mereka yang merasa pasar ekspornya tidak lagi menjanjikan,” katanya saat acara Silaturahmi Anggota APKB, Rabu (12/2/2014).
Menurutnya, memang tidak semua pengusaha merasa terbantu dengan adanya paket relaksasi untuk pengusaha KB tersebut. Dari sekitar 225 perusahaan yang ada pada APKB, hanya sekitar 10% yang memanfaatkan penjualan untuk pasar lokal tersebut.
Tidak hanya itu, dia juga mengungkapkan pasar dalam negeri sendiri terkadang dinilai membutuhkan akan pasokan produk perusahaan KB, misalnya untuk produk-produk industri pertekstilan.
“Dari segi harga perusahaan KB memang sulit untuk memasarkan produk ekspor ke dalam negeri. Namun, untuk selisih kualitas yang tidak sampai 10%, rasanya sudah cukup dan harga bisa menyesuaikan dengan segmen pasarnya.”
Terlepas dari intensif itu semua, pengusaha KB mengharapkan pemerintah dapat mengucurkan anggaran yang lebih untuk menunjang infrastruktur khususnya sebagai bentuk insentif bagi industri yang menopang perekonomian negara cukup besar.
Exim Manager Wilmar Group Juliansen Purba mengungkapkan dibutuhkan biaya sekitar 30% untuk kebutuhan logistik dari seluruh penguluaran operasional perusahaan.
“Hal ini berlaku bagi semua perusahaan dimana salah satu contohnya adalah tingginya alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pengangkutan barang logistic dari Bekasi menuju Tanjung Priok yaitu mencapai sekitar 8 jam perjalanan,” ujarnya.
Tidak hanya itu, sejauh ini bahkan perbaikan infrastruktur jalan menuju perkebunan dilakukan oleh perusahaan masing-masing atau tanpa campur tangan pemerintah.
Padahal, menurutnya apa yang dihasilkan oleh perusahaannya yaitu industri crude palm oil (CPO) merupakan industri yang cukup memberikan sumbangsih besar kepada negara.
“Sarana infrastruktur seharusnya dapat dibenahi secara merata atau tidak hanya terfokus pada lingkungan di area Jawa.”
Juliensen menilai seharusnya pemerintah negara Indonesia dapat bercermin terhadap pemerintahan negara-negara asing yang mendukung pengusaha di negaranya, khususnya bagi mereka yang bekerja pada sektor-sektor besar seperti perminyakan yang cukup besar menopang negaranya.
Tidak hanya itu, para pengusaha KB juga menuntut agar pemerintah dapat lebih terbuka dalam merumuskan kebijakan sesuai dengan kondisi perusahaan.
Peraturan yang ingin dikeluarkan dan dijalankan oleh pemerintah, diharapkan dapat di uji materi terlebih dahulu dengan melibatkan pihak yang akan terkait, sebelum peraturan tersebut berubah menjadi Undang-Undang.