Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan industri peralatan listrik tahun ini optimis memproyeksi pertumbuhan 10% dibandingkan tahun sebelumnya seiring pemakaian listrik sebesar 17,7 Tera Watt hour (TWh).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri peralatan listrik pada 2013 tumbuh 7,85% dibandingkan dengan periode 2012. Kendati tumbuh, pelaku industri peralatan listrik justru mencatatkan pertumbuhan pada 2013 mencapai 10% (year on year).
Ketua Umum Asosiasi Industri Alat Pengukur Listrik Supardji Soekowati mengatakan permintaan peralatan listrik selalu diiringan dengan pemasangan sambungan listrik baru.
“Tumbuhnya seiring pemakaian listrik nasional yang mencapai 10%. Kami masih beruntung karena pertumbuhannya di atas pertumbuhan nasional yang hanya 6%,” papar Supardji kepada Bisnis, Selasa (11/2/2014).
Supardji mengatakan permintaan peralatan listrik tahun lalu didorong adanya pembangkit listrik baru di beberapa daerah. Logikanya, katanya, berdirinya pembangkit listrik membuat masyarakat berbondong-bondong mendaftarkan diri ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk pemasangan sambungan listrik baru.
“Dari itulah, kami merasa diuntungkan. Otomatis, kebutuhan peralatan listrik meningkat,” papar dia.
Kendati tahun ini diprediksi tumbuh 10%, Supardji bakal mengoreksi angka tersebut di akhir tahun atau setelah pesta demokrasi selesai. Pasalnya, sambungnya, dia memperkirakan kebutuhan masyarakat saat ini terfokus pada Pemilu Legislatif dan Eksekutif.
“Bahkan, para pengamat memprediksi pengeluaran dana mengerucut untuk kebutuhan Pemilu,” terang dia.
Supardji mengatakan kebutuhan sambungan listrik untuk konsumen rumah tangga di Indonesia mencapai 80%. Sisanya, kata dia, masih terdapat 20% penduduk dengan kategori rumah tangga yang belum teraliri listrik.
“Kalau dihitung secara presentase jumlah rumah tangga yang terpasang listrik, Indonesia kalah dengan Malaysia dan Singapura yang sudah 100% terpasang listrik,” terangnya.
Supardji memaparkan persaingan industri peralatan listrik dalam negeri makin ketat. Hal itu menyebabkan persaingan harga tidak terkendali. Dia mengatakan pabrik baru berproduksi dengan penawaran harga yang lebih murah dibandingkan dengan pabrik yang telah beroperasi puluhan tahun.
“Persaingan pabrik makin ketat. Apalagi pabrik dari China berani banting harga dengan menjual barang lebih murah,” ujarnya.
Masalah lain yang dihadapi pelaku industri, kata dia, penawaran dan permintaan alat meteran listrik di dalam negeri tidak berimbang. Artinya, jumlah barang yang tersedia lebih banyak dari permintaan. Dia menjelaskan permintaan alat meteran listrik dari PT PLN (Persero) mencapai 3 juta-3,5 juta unit/tahun, sementara stok alat meteran mencapai 12 juta unit.
“Sebelumnya PLN menyatakan rencana kampanye 1 hari 1 juta sambungan pada tahun lalu. Dan waktu itu kapasitas produksi bisa mencapai 4 juta unit. Namun kondisi sekarang ini kelebihan kapasitas [alat meteran listrik],” papar dia.
Menurut dia, permintaan meteran listrik tahun lalu berkisar 1 juta termasuk pengadaan meteran yang sangat besar bahkan terbesar untuk sekali pengadaan di Indonesia, apalagi pengadaan ini hanya untuk kebutuhan Jawa-Bali. Kala itu, sambungnya, kalangan industri sangat optimis terhadap pertumbuhan bisnis peralatan listrik.
Dia mengingatkan sampai saat ini belum diatur tegas soal persyaratan kandungan komponen lokal untuk pengadaaan meteran listrik seharga miliaran rupiah itu. Jika tak ada regulasi jelas, kata dia, produk meteran impor justru menikmati program PLN melakukan pemasangan sejuta sambungan listrik.