Bisnis.com, JAKARTA - Pengusaha angkutan umum mengeluhkan kurangnya perlengkapan uji kendaraan kir, sehingga dikhawatuirkan bisa berpengaruh terhadap keselamatan penumpang.
Ketua Umum DPP Organda Eka Sari Lorena mengatakan kir memang diperlukan sebagai bentuk audit terhadap kelaikan suatu armada. Namun, sering ditemukan di berbagai daerah pihak regulator pelaksana kir tidak memenuhi standar keamanan.
“Fasilitas kir di banyak daerah masih jauh dari memadai,” ujarnya, Selasa (4/2).
Karena fasilitas kurang memadai, lanjut Eka, seringkali pelaksanaan kir angkutan umum molor dari waktu yang ditentukan. Bahkan tidak sedikit kendaraan yang harus diparkir di lokasi pelaksanaan uji kir lantaran harus mengantre dengan jangka waktu yang lama. Hal ini membuka peluang terjadinya praktik-praktik yang menurutnya tidak sesuai dengan prosedur pelayanan.
Tentu saja, menurut Eka, lambannya proses uji kir kendaraan angkutan umum itu merugikan pengusaha karena armada itu tidak bisa dioperasionalkan sehingga menggerus pendapatan. Hal itu terasa mengganjal dan makin menyusahkan pengusaha lantaran selama ini, banyak kebijakan pemerintah yang ia anggap tidak membela aspirasi pengusaha angkutan.
“Lagi pula saat melakukan uji kir pengusaha tetap dikenakan biaya. Hal ini hanya terjadi di Indonesia. Di negara lain, pelaksanaan uji kir tidak dikenakan biaya,” ujarnya.
Informasi yang dihimpun, untuk melaksanakan uji kir di DKI Jakarta, setiap pengusaha dikenakan biaya Rp87.000 Biaya tersebut hanya dikenakan sekali walaupun kendaraan tersebut tidak lolos uji dan harus kembali lagi.
Kepala Humas Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Zainal Arifin mengatakan kelengkapan uji kir menjadi kewenangan pemerintah kabupaten atau kota. Karena itu, perlu pemerintah setempat menurut dia harus memiliki komitmen agar proses kir bisa berjalan lancar dengan fasilitas dan sumber daya manusia yang memadai.
“Pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Perhubungan hanya memiliki kewenangan memberikan arahan teknis serta pembinaan terhadap Dinas Perhubungan di daerah terkait pelaksanaan uji kir. Untuk kelengkapan, biaya dan sebagainya, setiap daerah memiliki aturan tersendiri dan tidak bisa diintervensi oleh pemerintah pusat karena terhalang UU tentang otonomi daerah,” ungkapnya.
Anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan minimnya sarana uji kir akan berdampak pada kualitas pelaksanaan uji yang tidak memadai.
Dia menambahkan karena hasil uji yan tidak memadai, bisa saja di tengah jalan armada angkutan umum akan mengalami kendala, sehingga mengakibatkan kecelakaan dan merenggut korban penumpang.
Dia meminta pemerintah pusat agar tidak lepas tangan menyerahkan kepada pemerintah daerah. Menurutnya, perlu dijadwalkan audit terhadap kendaraan secara berkala untuk menghindari terjadinya kecelakaan di jalanan.
“Contoh terakhir jatuhnya banyak korban jiwa terbakarnya Bus Famili Jaya di Sumatra Barat. Jika audit secara berkala di mana ada juga pemeriksaan terhadap kelengkapan keselamatan seperti pintu keluar darurat, tentu korban jiwa tidak akan terjadi,” jelasnya.