Bisnis.com, JAKARTA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengimbau lembaga pemerintah untuk menambah syarat dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa guna lebih akuntabel dan mengurangi penyimpangan.
Ketua BPK Hadi Poernomo mengatakan BPK banyak menemukan kasus terkait pengadaan barang dan jasa, dengan total nilai penyimpangan yang cukup signifikan. Oleh karena itu, BPK mengusulkan sebanyak 6 syarat tambahan kepada pemerintah.
Enam syarat tambahan yang diajukan BPK a.l. pertama, adanya profiling/due diligence guna mengetahui profil kontraktor, Kedua, adanya bank clearence. Ketiga, adanya tax clearence. Keempat, neraca dan laporan laba rugi harus sama dengan lampiran surat pemberitahuan (SPT) pajak.
Kelima, kontrak pengadaan barang dan jasa dibuat dalam mata uang rupiah. Keenam, pembayaran pengadaan ke kontraktor, dan dari kontraktor/vendor ke turunannya harus dilakukan dengan transaksi nontunai.
“Motif-motif penyimpangan seperti pengadaan fiktif atau mark up itu banyak sekali. Jadi kami himbau pemerintah untuk lebih knowing your contractor company. Saya kira ini penting sekali,” ujarnya,” ujarnya, Rabu (22/1/2014).
Dia mengaku selama ini penyimpangan dari pengadaan barang dan jasa terjadi secara berulang-ulang. Meskipun intensitasnya mulai terlihat berkurang seiring penerapan sistem e-audit, Hadi berharap adanya tambahan syarat bisa menghilangkan adanya penyimpangan tersebut.