Bisnis.com, JAKARTA- Menghadapi masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015, pelaku industri makanan dan minuman skala menengah dan besar menyatakan kesiapannya. Namun, industri kecil masih jauh dari siap. Untuk itu, pemerintah diminta membuat roadmap guna melakukan pendampingan.
Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Franky Sibarani mengatakan ketika MEA berlaku pada Desember 2015, barang dan jasa akan bebas keluar masuk di negara Asean. Perdagangan intra Asean sendiri diperkirakan mencapai 25%.
Di Indonesia, sekitar 90% industri makanan dan minuman adalah berskala kecil menengah, tetapi outputnya hanya berkontribusi 15%.
Berdasarkan data Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dari 1.000 UMKM yang menjadi sasaran penelitian kesiapan UMKM menghadapi MEA, hanya 600 di antaranya yang datanya valid diperoleh. Dari angka tersebut, 400 sangat siap menghadapi MEA, 173 siap, dan sisanya harus diberikan bimbingan.
Menurut Franky, saat ini ada 16 kementerian yang mengatur UMKM. “Seharusnya roadmap UMKM harus tegas, dari 16 Kementerian yang memegang UMKM harus difokuskan, UMKM itu bukan hanya butuh pengawasan, tetapi pendampingan,” kata Franky dalam Media Briefing Outlook Industri Makanan dan Minuman 2014 di Jakarta, Selasa (21/1/2014).
Selain itu, pemerintah harus melakukan sensus UKM dan UMKM. Menurutnya, sensus dilakukan terakhir kali pada 2008. Setelah itu, pemerintah belum lagi melakukan sensus.
“Sekarang sudah 2014, tentu jumlahnya berubah. Harus ada data yang realistis, soalnya sekarang ini banyak UKM dan UMKM banyak yang hilang atau tidak bisa bertahan. Bahkan ada yang kadang produksi, kadang tidak,” jelas Franky.
Beberapa faktor yang membuat UMKM sulit menghadapi MEA adalah ketidakjelasan roadmap, rendahnya kualitas UMKM, terbatasnya akses pasar dan fasilitas, posisi tawar UMKM terhadap peritel modern rendah, terbatasnya akses finansial, kenaikan upah buruh, hingga aksesibilitas terhadap modal.
Gapmmi merekomendasikan agar dilakukan koordinasi antarkementerian untuk menyepakati roadmap pengembangan UMKM, mengintegerasi sentra UKM di daerah dengan tujuan nasional, memberikan kemudahan persyaratan ijin usaha, subsidi bahan baku, dan memiliki prioritas per sector, dan aktif melakukan sosialisasi kepada UMKM.
“Pemerintah juga harus mengoptimalisasi program peningkatan produk dalam negeri agar UMKM tetap menjadi tuan rumah di negeri sendiri.”