Bisnis.com, JAKARTA - Para pengusaha tambang bijih bauksit telah memulangkan sekitar 100.000 orang pekerja sejak 25 Desember 2013 akibat diskriminasi soal kadar pemurnian yang diperbolehkan ekspor.
Jumlah itu merupakan total keseluruhan dari 40 perusahaan tambang yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP) bauksit yang tersebar di 3 provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kepulauan Riau.
"Jadi tidak benar itu kalau ada yang bilang tidak ada PHK (pemutusan hubungan kerja), kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) yang tidak ingin disebut namanya, Sabtu (18/1/2014).
Menurutnya, pengusaha tambang bauksit juga meminta perlakuan sama seperti pelaku usaha tambang yang lain yakni diperbolehkan ekspor konsentrat mineral perantara yakni antara bijih ore bauksit dan alumina yang dinamakan wash bauksit.
Sementara itu, Kepala Satgas Mineral Kadin Indonesia Didie W. Soewondho mengatakan wash bauksit diklaim memiliki kadar pemurnian hingga 30%, sedangkan bauksit ore hanya 8%-9%. Namun, katanya, pemerintah telah menetapkan untuk bijih bauksit yang diperbolehkan ekspor berbentuk alumina yang telah dimurnikan melalui smelter grade alumina dan chemical grade alumina dengan kadar pemurnian masing-masing 99% dan 90%.
“Ini yang membuat teman-teman pengusaha bauksit keberatan,” katanya.
Dia mencontohkan untuk perusahaan tambang Bauksit di Kalimantan Barat, telah menonaktifkan 2.800 pekerja kontrak dan 1.700 karyawan mereka, karena penambangan berhenti.
Menurutnya, pengusaha bauksit selain merasa disingkirkan, mereka juga keberatan dengan tingginya bea keluar progesif yang justru mengancam para pelaku usaha yang telah berjanji membangun smelter.
Sebelumnya, pada rapat yang diadakan Rabu (8/1/2013) antara pemerintah yang diwakili Kementerian ESDM bersama dengan APB3I serta Kadin Indonesia mengalami deadlock.
Sehari kemudian, Kamis (9/1/2014), rapat kembali diulang dan pemerintah secara sepihak menentukan keputusan agar bauksit tetap tidak diperbolehkan ekspor bijih olahan (wash bauksit). Padahal, sektor pertambangan lainnya, tembaga misalnya, diperbolehkan ekspor dengan kadar pemurnian 15%.