Bisnis.com, JAKARTA - Untuk mendukung program penggunaan produk dalam negeri (P3DN), pemerintah akan menjatuhkan sanksi tegas bagi pejabat yang melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Anshari Bukhari mengatakan sudah banyak payung hukum yang mengatur mengenai P3DN. Hanya saja, belum merinci hak dan kewajiban pelaku industri, hak dan kewajiban konsumen, wewenang dan peran pemerintah dan sanksi.
Saat ini, payung hukum P3DN secara tersirat masuk subtansi beberapa undang-undang, a.l. UU No.22 tahun 2001 mengenai Migas yang mengamanatkan penggunaan barang dan jasa dalam negeri. Kemudian UU No.27 tahun 2003 mengenai Panas Bumi, UU No.30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan yang kurang lebih memuat kewajiban penggunaan produk lokal.
Selain itu, aturan mengenai produk lokal di bawah UU juga sudah banyak dikeluarkan, seperti Kepres No.80 tahun 2003 mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah. Presiden pun sudah mengeluarkan Inpres No.2 tahun 2009 mengenai penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Tetapi belum ada soal langkah tegas mengenai sanksi. UU Perindustrian memuat ini agar dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean (MEA) 2015 daya saing sudah meningkat,” kata Anshari di Jakarta, Senin (6/1/2014).
Sanksi diperlukan agar penerapan P3DN berjalan maksimal, sehingga bisa meningkatkan daya saing produk industri dalam negeri. Pasal 85 UU Perindustrian menyebutkan untuk pemberdayaan industri dalam negeri, pemerintah meningkatkan penggunaan produk dalam negeri.
Kemudian, pasal 86 berisi, produk dalam negeri yang dimaksud wajib digunakan oleh lembaga negara, kementerian, lembaga nonkementerian, dan satuan perangkat daerah dalam pengadaan barang/jasa apabila sumber pembiayaannya berasal dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan belanja daerah (APBD), termasuk pinjaman atau hibah dari dalam maupun luar negeri.
Produk dalam negeri juga wajib digunakan oleh badan usaha milik negara/daerah (BUMN/BUMD) dan badan usaha swasta dalam pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya berasal dari APBN. APBD dan/atau pekerjaannya dilakukan melalui pola kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha swasta dan/atau mengusahakan sumber daya yang dikuasai negara.
Nantinya, pejabat pengadaan barang/jasa yang melanggar ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 86, akan dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis, denda administratif, dan pemberhentian dari jabatan pengadaan barang/jasa. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administraif dan besaran denda akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).
“Pengenaan sanksi dikecualikan dalam hal produk dalam negeri belum tersedia atau belum mencukupi,” tambah Anshari.
Menurut Anshari, kewajiban penggunaan produk dalam negeri dilakukan sesuai besaran komponen dalam negeri pada setiap barang/jasa yang ditunjukkan dengan nilai tingkat komponen dalam negeri. Ketentuan dan tata cara perhitungan tingkat komponen dalam negeri merujuk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Perindustrian.
Adapun tingkat komponen dalam negeri mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri yang diterbitkan oleh Menteri Perindustrian. Menteri Perindustrian dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri pada industri tertentu.
“Untuk penggunaan produk dalam negeri, pemerintah dapat memberikan fasilitas berupa preferensi harga dan kemudahan administratif dalam pengadaan barang /jasa, serta sertifikasi tingkat komponen dalam negeri.”