Bisnis.com, JAKARTA - Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (Ginsi) merekomendasikan enam butir langkah yang mesti segera dilaksanakan oleh pemerintah guna mendukung percepatan dan kelancaran arus barang di pelabuhan serta mengefisiensikan ongkos logistik di tanah air untuk menghadapi pelaksanaan masyarakat ekonomi Asean /Asean Economic Community (AEC) 2015.
Rekomendasi Ginsi itu yakni menciptakan visi yang sama untuk menghadapi AEC 2015, kepastian hukum dunia usaha melalui regulasi, menertibkan tarif liar di pelabuhan, penggunaan mata uang rupiah dalam jasa kepelabuhanan, peremajaan armada angkutan barang dan peti kemas, serta melibatkan Ginsi dalam setiap pembahasan/pembuatan regulasi di bidang importasi.
Sekjen Badan Pengurus Pusat Ginsi, Achmad Ridwan Tento mengatakan, rekomendasi tersebut merupakan hasil rapat kerja nasional (Rakernas) Ginsi 2013 yang di ikuti delapan badan pengurus daerah (BPDP) Ginsi pada 19-20 Desember 2013, di Jakarta. Ke delapan BPD Ginsi itu al; BPD Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utrara, Sumatera Barat, Dumai, Kalimantan Barat, Banten, dan BPD Ginsi DKI Jakarta.
“Kami sampaikan rekomendasi itu kepada pemerintah dan seluruh instansi sebagai solusi menciptakan kelancaran arus barang di pelabuhan untuk mendorong daya saing logistik nasional,” ujarnya kepada Bisnis, seusai penutupan Rakernas Ginsi, Jumat (20/12/2013) malam.
Ridwan mengatakan diperlukan sinergi antara pemerintah dan pelaku usaha terkait termasuk perusahaan importir untuk menyiapkan langkah konkret dalam menghadapi AEC 2015 sehingga tercapai kesamaan visi dan misi.
Di samping itu, agar pemerintah bersikap tegas dalam penggunaan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran untuk pelayanan penanganan barang dan peti kemas di seluruh pelabuhan Indonesia baik di pelabuhan laut maupun udara sesuai dengan UU No.7/20111 tentang mata uang.
“Penggunaan mata uang dalam kegiatan jasa kepelabuhanan akan mengurangi ketergantungan mata uang asing sehingga dapat mendorong stabilitas nilai tukar rupiah saat ini,” ujarnya.
Ridwan mengungkapkan sejak terjadinya pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS, importasi di seluruh pelabuhan turun rata-rata 5%-10%. “Di Pelabuhan Priok saja importasi kini turun hampir 8%,” paparnya.
Dia mengatakan Kementerian Perhubungan agar segera menertibkan tarif liar yang belum ada kesepakatannya antara penyedia dan pengguna jasa , termasuk di Pelabuhan Tanjung Priok sebagaimana diamanatkan Permenhub No:6/2013 tentang jenis, struktur dan golongan tarif jasa kepelabuhanan.
“Di Pelabuhan Priok saja misalnya, masih ada beberapa jenis tarif yang belum ada acuannya atau pedoman tarifnya sudah kedaluarsa,” tuturnya,
Ridwan mengatakan Ginsi juga merekomendasikan untuk menciptakan iklim kondusif dibutuhkan kepastian hukum dalam dunia usaha sehingga Ginsi mendesak DPR untuk segera mengesahkan RUU Perdagangan dan RUU Perindustrian.
Kemudian, kata dia, importir juga mendesak pemerintah agar lebih serius di dalam melakukan peremajaan angkutan barang dan peti kemas untuk mendukung kelancaran arus barang serta keselamatan manusia di jalan raya.
“Saat ini kondisi armada trailer hampir di seluruh pelabuhan kita sangat memprihatinkan, selain umur kendaraan yang sudah tua kondisi fisik armada juga tidak terawatt sehingga rawan mogok dan menghambat kegiatan distribusi barang,” tuturnya.
Ridwan mengatakan pemerintah mesti melibatkan Ginsi dalam pembuatan atau rancangan peraturan importasi untuk mengakomodir kepentingan dunia usaha . “Sosialisasi aturan importasi oleh pemerintah juga mestinya diberikan waktu yang cukup,” ujar dia.
Pelaku usaha logistik di Pelabuhan Tanjung Priok, Ari Awaluddin Harahap mengatakan, kepastian iklim berusaha di pelabuhan sangat dibutuhkan saat ini mengingat lebih dari 70% kegiatan ekspor impor nasional di lakukan melalui pelabuhan Tanjung Priok.(K1)