Bisnis.com, BANDUNG--Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta kepastian pemerintah pusat soal kelanjutan proyek Pelabuhan Cilamaya, Karawang untuk urusan logistik ketimbang mendahulukan Bandara Karawang.
Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jabar Deny Juanda mengatakan percepatan Cilamaya lebih penting melihat desain yang sudah ditetapkan untuk Karawang. "Daerah ini sudah didesain sebagai kawasan manufaktur dan lumbung padi nasional," katanya di Bandung, Rabu (19/11/2013).
Menurutnya, meski ada penetapan sebagai lumbung padi, bukan berarti menutup pembangunan infrastruktur besar di sana. Kawasan manufaktur yang 60% berada di Karawang dan Bekasi menurut Deny lebih membutuhkan pelabuhan. "Cilamaya menjadi penting karena ekspor manufaktur mengandalkan pelabuhan," paparnya.
Pelabuhan Cilamaya berdasarkan studi yang dilakukan JICA paling tidak hanya akan menggerus lahan seluas 200 hektare. Dalam rancangan awal, diakui Deny, lahan yang hilang oleh Cilamaya seluas 600 hektare. "Tapi setelah desainnya didorong ke laut, yang terpakai hanya 200 hektare," katanya.
Dari sini menurutnya proyek tersebut tidak menemui masalah, namun muncul keinginan dari pihak industri di Bandung agar ada jalan tol dan kereta menuju pelabuhan. Desain kembali direvisi dengan menyertakan jalan tol dan kereta dari dryport Cikarang ke Cilamaya. "Jalan itu sepanjang 34 kilometer, sudah nggak ada masalah," paparnya.
Jalan tol dan rel kereta sendiri didesain menjadi jalan laying agar tidak menggerus lahan pertanian. Namun muncul studi dari Kementerian Pertanian yang menyebutkan keberadaan jalan tol dan rel kereta akan berdampak pada produksi padi. "Keberadaan jalan layang menutup sinar matahari," katanya.
Menurut Deny, Kementerian Pertanian menjadi penentu dalam proyek tersebut. Ia melihat kementerian tersebut masih bersikap hati-hati meski rekayasa teknologi bisa diterapkan. "Membangun di Jawa itu sudah susah, karena itu harus berteknologi," katanya.
Persoalan lainnya adalah penetapan hunian bagi para pekerja pelabuhan. Menurut Deny, di Cilamaya harus dikonsep seperti Pantai Indah Kapuk yang melakukan reklamasi. Hal ini agar lahan pertanian tidak beralih fungsi."Kami melihat konsentrasi harus didorong ke Cimalaya dibanding bandara," katanya.
Ketua Kadin Jabar, Agung Suryamal Soetisno mengatakan melihat tingkat kebutuhan dan perkembangan serta pertumbuhan ekonomi, sebaiknya, pemerintah segera merealisasikan rencana pembangunan Cilamaya. "Pelabuhan ini membantu sistem distribusi dan juga perdagangan luar negeri Jabar," katanya.
Menurut Agung keberadaan Cilayama penting bagi ekonomi Jabar karena 60-70% arus barang atau peti kemas dari dan ke pelabuhan Tanjung Priok datang dari Bekasi, Karawang, Subang, dan Cikampek. "Ini penting bagi efisiensi biaya logistik. Itu pun sesuai UU No. 17/2008 tentang Pelayaran," katanya.
Kadin mencatat, pada 2012 lalu volume peti kemas di Tanjung Priok mencapai 6.445.000 TEUs. Angka itu, melebihi tahun sebelumnya, yang jumlahnya 5.918.000 TEUs. "Prediksi kami pada 2025, naik menjadi 25 juta TEUs," katanya.
Artinya pada 2025, agar melancarkan distribusi peti kemas, jumlah armada harus bertambah 250%. Sementara saat ini, jumlahnya baru sekitar 20.000 armada. "Ada kekurangan 70.000 armada, artinya ke depan Tanjung Priok bakal semakin tidak efisien," tegasnya. (Hedi Ardhia)
Pelabuhan Cilamaya: Pemprov Jabar Minta Kepastian Pusat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat meminta kepastian pemerintah pusat soal kelanjutan proyek Pelabuhan Cilamaya, Karawang untuk urusan logistik ketimbang mendahulukan Bandara Karawang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Wisnu Wage Pamungkas
Editor : Ismail Fahmi
Topik
Konten Premium