Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah akan mengimbangi kebijakan Bank Indonesia yang menaikkan BI Rate 25 basis poin menjadi 7,5% yang berpotensi semakin memperlambat pertumbuhan ekonomi. Otoritas fiskal akan mengeluarkan insentif fiskal yang menjadi bagian paket kebijakan jilid II untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya menciptakan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Wakil Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan pemerintah dapat memahami pengetatan moneter itu untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan yang tampaknya belum menunjukkan penyempitan signifikan.
Keterangan Bambang bertolak belakang dengan pernyataannya Oktober lalu yang meminta bank sentral untuk tidak menaikkan BI rate di tengah kebijakan fiskal pemerintah memerangi kemiskinan dan ketimpangan sosial.
“Memang (akan semakin memperlambat pertumbuhan), tapi kami tetap jaga di sisi fiskal agar pertumbuhan tidak melambat terlalu dalam,” katanya, Selasa (12/11/2013).
Sebagaimana diketahui, kenaikan BI rate biasanya diikuti dengan kenaikan suku bunga kredit perbankan yang kemudian memperlambat kegiatan sektor riil.
Otoritas fiskal, lanjutnya, akan mengeluarkan insentif fiskal yang menjadi bagian paket kebijakan jilid II untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang pada gilirannya menciptakan lapangan kerja dan mengurangi angka pengangguran.
Kebijakan itu menurut Bambang akan dirilis akhir November atau awal Desember. Dengan demikian, akan menarik investasi dan menjaga konsumsi masyarakat yang selanjutnya menopang pertumbuhan.
Dia tidak memungkiri perlambatan pertumbuhan kuartal III/2013 berdampak terhadap peningkatan tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang naik dari 6,14% ke 6,25% per Agustus 2013 (year on year).
Dengan paket jilid II, Bambang berharap angka pengangguran itu akan turun. Sebagaimana diketahui, setiap pertumbuhan 1% akan menciptakan 225.000 lapangan kerja pada 2013.