Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah tengah menyiapkan payung hukum yang akan memberikan kelonggaran ekspor untuk perusahaan yang berkomitmen membangun pabrik pemurnian dan pengolahan bijih mineral (smelter).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengatakan saat ini pihaknya sedang menyiapkan kriteria detail dari kelonggaran ekspor kendati tetap dibatasi.
Menurutnya, kelonggaran ini merupakan rekomendasi ekspor dan tidak melanggar UU No.4/2009.
"Saat ini pemerintah sudah memiliki term of reference untuk kementerian yang terkait, sehingga posisinya sama," katanya, Jumat (18/10/2013).
Susilo menambahkan perusahaan yang tidak membangun smelter atau tidak berusaha bekerja sama dengan perusahaan lain membangun smelter tahun depan, akan diberi peringatan tegas yaitu tidak diperbolehkan ekspor.
Izin ekspor, imbuhnya, akan diberikan selama perusahaan membangun smelter yang diperkirakan membutuhkan waktu sekitar 3 tahun hingga beroperasi.
Pemerintah tidak mempermasalahkan kerugian yang dialami jika ada penurunan ekspor bijih mineral tahun depan karena akan ada keuntungan dari nilai tambah yang dihasilkan dari pabrik pemurnian dan pengolahan.
Pemerintah mencatat ada sekitar 100 smelter dari 300 smelter yang serius dibangun. Untuk melihat keseriusan pengusaha tambang, pemerintah akan meninjau setiap lokasi smelter dibangun.
Selain itu, sebagai jaminan keseriusan, perusahaan diwajibkan menempatkan sejumlah dana tertentu di bank.
Terkait dengan proyek nilai tambah, hal tersebut merupakan salah satu poin renegosiasi untuk perusahaan pemegang kontrak karya (KK). Pemerintah pekan ini mengadakan pertemuan dengan sejumlah KK besar antara lain PT Newmont Nusa Tenggar, PT Freeport Indonesia, PT Vale Indonesia Tbk, dan PT Weda Bay Nikel.