Bisnis.com, JAKARTA— Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai minimnya kans komoditas CPO asal Indonesia masuk ke dalam daftar produk ramah lingkungan diakibatkan oleh negara maju yang belum menyelesaikan analisa program renewable fuel standard (RFS).
Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gapki, mengatakan AS dan negara maju lainnya masih belum selesai melakukan studi tentang produk ramah lingkungan untuk mengurangi efek rumah kaca.
“Ini lebih diakibatkan karena negara maju seperti AS masih belum menyelesaikan studi tentang CPO yang ramah lingkungan,” katanya kepada Bisnis, Kamis (3/10/2013).
Pada analisa RFS itu, paparnya, sangat terkait dengan diterima atau tidaknya produk CPO dari Indonesia. Beberapa waktu lalu, AS mengeluarkan nota berupa Environmental Protection Agency (EPA) terkait standar bahan bakar dari sumber RFS.
Fadhil mengatakan pada nota itu telah dinyatakan bahwa CPO asal Indonesia belum memenuhi standar energi terbarukan yang ditetapkan.
Berdasarkan catatan Gapki, EPA menetapkan standar batas pengurangan emisi gas rumah kaca untuk Biodiesel dan Renewable Diesel dari bahan baku sawit minimal 20%. Namun, hasil untuk minyak sawit Indonesia yang masuk ke pasar AS masih berada di bawah standar.
“Komoditas CPO Indonesia masih berada pada 17% untuk biodiesel dan 11% untuk renewable diesel.”
Pada kondisi itu, katanya, Gapki meminta kepada pemerintah untuk terus melanjutkan upaya pelolosan komoditas CPO untuk dapat masuk dalam daftar produk ramah lingkungan.
“Diskusi tetap perlu dilanjutkan meski kans masuk ke dalam daftar produk ramah lingkungan masih relatif kecil,” katanya.