Bisnis.com, JAKARTA - Agen tunggal pemegang merek (ATPM) mobil murah dan hemat energi atau low cost green car (LCGC) meminta pemerintah daerah agar mengalokasikan pendapatan bea balik nama untuk pembangunan infrastruktur daripada menilai mobil murah menjadi penyebab kemacetan.
Subronto Laras, Presiden Direktur PT Indomobil Suzuki International, salah satu ATPM mobil Suzuki, mengatakan meski LCGL bebas dari PPnBM 10% (Pajak Penambahan Nilai Barang Mewah), tetapi konsumen masih harus menanggung pajak lain seperti PPN dan bea balik nama yang masuk dinas pendapatan daerah (dispenda) 10% - 20%.
"Ini banyak yang nggak ngerti, bea balik nama ini nyedot uang masyarakat yang membeli mobil. Mustinya dikembaikan lagi kepada masyarakat dengan membangun infrastruktur baik jalannya, maupun sarana angkutan umum lain. Itu yang kami harapkan karena kontribusi pajak itu tidak kecil," katanya seusai peresmian tempat Percetakan ke-5 Bisnis Indonesia Group, di Kawasan Industri Pulo Gadung, Jakarta, Selasa (1/10/2013).
Dia mengungkapkan dahulu ada kebijakan pajak yang disebut sumbangan wajib pemeliharaan perbaikan pembangunan jalan (SWP3D), jadi seharusnya sumbangan tersebut diperuntukan untuk pembangunan infrastruktur.
"Seperti di Bangkok, Thailand sebelum 1997-1998 itu macet total, tapi yang dilakukan pemerintahnya adalah membangun infrastruktur, seperti monorel, underground, bus, kereta api, dan jalan agar tidak macet lagi. Jadi tidak tepat kalau mobil murah disalahkan," ujarnya.
Dia mengatakan konsumsi mobil di negara-negara Asean ke depan akan semakin banyak karena masyarakatnya yang semakin berkembang.
Agen tunggal pemegang merek untuk mobil murah sendiri juga membidik pasar di negara yang baru berkembang seperti Laos, Myanmar, Kamboja dan Vietnam mengingat pendapatan per kapitanya masih sedikit.
"Untuk menghadapi pasar bebas, kalau kita tidak ambil inisitasif itu [memproduksi mobil murah], ya tinggal siap impor saja, tapi apa itu [impor] jadi pilihan masyarakat?," tuturnya.
Sebagai ATPM, Indomobil telah menyiapkan merek untuk mobil murah dengan tipe Karimun. Hanya saja, kata Subronto, pihaka belum menentukan berapa persen produksi mobil untuk program LCGC. "Kami sedang persiapkan, bisa jadi produksinya 20% saja," tambahnya.