Bisnis.com, JAKARTA- Akibat berhentinya pasokan lokal, industri alas kaki terpaksa mengimpor langsung bahan baku dan bahan penolong.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan selama ini, industri alas kaki/sepatu dalam negeri memperoleh bahan baku dan bahan penolong dari pemasok lokal, meskipun asalnya dari impor.
Namun sekarang, pelaku usaha harus mengimpor langsung bahan baku dari negara lain lantaran pemasok lokal enggan memasok akibat melemahnya rupiah.
“Awalnya diperkirakan seminggu, tapi sampai sekarang masih terjadi (penghentian pasokan). Sekarang kami langsung mengimpor bahan baku dan bahan penolong secara langsung, tanpa melalui pemasok lokal,” katanya, Senin (30/9/2013).
Menurut Eddy, proses seperti ini membuat proses mendapatkan bahan baku menjadi lebih panjang dan merepotkan.
Pasalnya, pelaku usaha harus turun langsung untuk membeli ke negara lain. Belum lagi harus menghadapi proses yang memakan waktu cukup lama dengan bea cukai di pelabuhan.
“Jadi lebih ribet. Memang dari sisi harga tidak ada masalah, begitu juga dengan pasokan di negara yang jadi tujuan, seperti China, Vietnam, dan Australia, pasokan ada dan tidak langka,” jelasnya.
Adapun bahan baku dan bahan penolong yang diimpor antara lain bijih plastik, plastik, bijih besi, kulit, kulit plastik, dan sebagainya.
Secara tidak langsung, lanjut Eddy, proses seperti ini cukup memengaruhi kinerja industri alas kaki secara keseluruhan tahun ini.
Bila tahun lalu, industri ini bisa tumbuh di atas 10%, tahun ini Eddy hanya berani menargetkan pertumbuhan maksimal 5%.
Sepanjang semester I/2013 kinerja ekspor industri alas kaki Indonesia stagnan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yakni US$1,8 miliar.
Adapun, pada awal kuartal III/2013, pengusaha mulai merasakan dampak berat kelesuan pasar.
Untuk nilai ekspor, tahun ini, Eddy memperkirakan ekspor stagnan atau sama dibandingkan dengan tahun lalu senilai US$3,5 miliar.
Padahal, pertumbuhan kinerja ekspor 2 tahun lalu mencapai 47%. Eddy mengatakan industri tengah berusaha menahan laju penurunan produksi agar tak mencapai 10%.
Selama ini, produksi alas kaki dalam negeri mengandalkan permintaan asal Eropa dan Amerika Serikat. Permintaan dari Eropa setiap tahunnya mendominasi 37% dan Amerika Serikat 26%.
Mengenai kemudahan insentif yang ditawarkan pemerintah beberapa waktu lalu, Eddy memilih tidak mau berharap banyak.
Pasalnya, dia melihat tidak ada keseriusan dari pemerintah.
“Tidak ada yang kami harapkan dari pemerintah. Itu kami kira hanya sesaat, ketika kami teriak pemerintah ikut teriak, ketika kami dia ikut diam,” ujarnya.
Sebelumnya, pelaku usaha industri sepatu mengeluhkan terjadinya keterlambatan produksi akibat tidak adanya bahan baku dan bahan penolong untuk membuat sepatu.
Pasalnya, hampir semua pemasok (pemasok lokal) tidak mau menjual pasokan bahan baku dan bahan penolong. (ra)