Bisnis.com, PEKANBARU - Menteri Pertanian akan menandatangani revisi Permentan No.26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan pada Oktober 2013.
Mukti Sarjono, Sekretaris Ditjen Perkebunan Kementan mengatakan draf revisinya sudah ada dan sebenarnya diharapkan bisa diteken pada bulan ini juga.
“Mudah-mudahan awal Oktober sudah selesai. Maunya sih diteken akhir September ini,” ujarnya, Jumat (27/9/2013).
Seperti diberitakan sebelumnya, Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Provinsi Riau sudah resmi mengajukan surat ke instansi terkait di Jakarta sejak Mei 2013, untuk memohon revisi Permentan 26/2007.
Revisi aturan diperlukan karena para calon investor di bidang pengolahan kelapa sawit di Provinsi Riau merasa terganjal oleh Permentan tersebut, terutama aturan pasal 10.
Dalam pasal 10 disebutkan bahwa usaha industri pengolahan hasil kelapa sawit, untuk mendapatkan IUP-P (Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan) harus memenuhi paling rendah 20% kebutuhan bahan bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri.
Aturan tersebut dinilai menghambat minat investor untuk berinvestasi di sektor hilir kelapa sawit. Pasalnya, untuk membangun pabrik kelapa sawit (PKS), investor mesti memiliki lahan untuk kebun dalam jumlah yang cukup besar. Sedangkan, untuk mendapatkan lahan seluas ketentuan tersebut di Riau pada saat ini sangatlah sulit.
Sementara itu, dalam draf revisi Permentan 26/2007 yang diperoleh Bisnis, Jumat (27/9/2013), usulan revisi untuk pasal 10 di antaranya adalah untuk mendapatkan IUP-P, usaha industri pengolahan hasil perkebunan harus memenuhi penyediaan bahan baku paling rendah 20% berasal dari kebun sendiri.
Sedangkan kekurangannya, berasal dari kebun masyarakat atau perusahaan perkebunan lain yang tidak memiliki unit pengolahan melalui Kemitraan Pengolahan Berkelanjutan.
Selanjutnya, jika suatu wilayah perkebunan swadaya belum tersedia unit industri pengolahan dan lahan untuk penyediaan paling rendah 20% bahan baku dari kebun sendiri, maka bisa didirikan unit industri pengolahan oleh perusahaan perkebunan.
Selain pasal 10, masih banyak pasal lainnya yang akan direvisi. Adapun proses yang telah ditempuh untuk penyempurnaan aturan ini dilakukan dengan menerima saran dan masukan dari berbagai pihak, seperti dari Dinas Perkebunan dan DPRD provinsi/kabupaten.
Selanjutnya, masukan juga datang dari Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Dewan Komoditas Perkebunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Perusahaan Perkebunan, dan Lembaga Swadaya Masyarakat Perkebunan.
Selain itu, di Kementan sendiri sudah diadakan dua kali rapat pimpinan membahas hal ini. Berbagai masukan dari UKP4, litbang KPK, BPN, Kementerian Hukum dan HAM, serta dari Kemendagri juga sudah diterima.