Bisnis.com, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk APBN Kesejahteraan menilai rencana pemisahan aset BUMN dari kekayaan negara akan mengancam penggunaan penyertaan modal pemerintah di BUMN.
“Ada uang rakyat senilai Rp677,3 triliun di BUMN. Jika pemisahan pengelolaan keuangan BUMN terjadi, siapa yang bertanggung jawab jika uang rakyat tersebut digelapkan," ujar Yenny Sucipto, Direktur Riset Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Kamis (26/9/2013).
Berdasarkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah (LKPP) 2012, penyertaan modal pemerintah terhadap 141 BUMN mencapai Rp677,3 triliun hingga 31 Desember 2012. Adapun, sepanjang 2012, pemerintah menyertakan modal sebesar Rp87,5 triliun.
Selain faktor uang rakyat, dampak paling krusial dari pengelolaan BUMN apabila dipisahkan dari kekayaan negara yakni akan membatasi kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam mengaudit keuangan BUMN.
Dari pembatasan kewenangan BPK tersebut, lanjutnya, berpeluang meningkatkan tingkat penyimpangan keuangan negara oleh oknum-oknum BUMN. Menurutnya, sepanjang 2009-2011 telah ditemukan beberapa kasus BUMN yang menyebabkan potensi kerugian negara.
“Ada potensi kerugian negara baik dari temuan kasus pada BUMN sebagai pelaksana subsidi pemerintah, lalu ketidakpatuhan atas operasional hingga kasus pada pemeriksaaan untuk tujuan tertentu,” katanya.
Pada 2011, menurutnya, terdapat 154 kasus ketidakpatuhan terhadap perundangan-undangan senilai Rp3,1 triliun. Dari total kasus tersebut, sebanyak 63 kasus dengan nilai Rp2,5 triliun mengakibatkan kerugian negara.
Oleh karena itu, FITRA menilai urgensi yang dibutuhkan saat ini adalah siapapun dan dimanapun yang menggunakan uang rakyat wajib diaudit, bukan menghindari audit BPK seperti yang dilakukan BUMN.