Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Buka Izin Ekspor Kayu Bulat, Kata Pengusaha

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia mengusulkan agar pemerintah membuka ekspor produk kayu secara selektif untuk kayu bulat, sawnwood, dan woodworking.

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia mengusulkan agar pemerintah membuka ekspor produk kayu secara selektif untuk kayu bulat, sawnwood, dan woodworking.

Ketua APHI bidang Hutan Tanaman Industri Nana Suparna mengatakan di pasar domestik, harga jual kayu dari hutan alam hanya 50% dari harga di pasar dunia. Rendahnya harga jual di pasar domestik menekan pelaku bisnis hulu kehutanan karena tingkat harga tersebut tidak dapat mengimbangi kenaikan biaya produksi.

Untuk itu, lanjut Nana, perlu upaya memperluas akses pasar kayu dan produk kayu, yakni dengan membuka keran ekspor kayu bulat dan kayu gergajian secara selektif dan terbatas. APHI juga mengusulkan pencabutan pembatasan besarnya luas penampang moulding yang dapat diekspor.

Sebelumnya pelarangan ekspor tersebut diatur dalam Permendag No.20/MDAG/PER/5/2008 tentang ketentuan ekspor produk industri kehutanan. 

"Kita usul agar ekspor log dibuka secara selektif. Sekarang kan kita punya sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) sebagai instrumen jaga-jaga ilegal logging," kata Nana dalam kunjungan ke kantor Bisnis, Rabu (18/9). 

Apabila dibandingkan, harga jual kayu log Meranti di Indonesia berada pada kisaran US$120-130/m3, sedangkan di pasar Jepang harganya US$300-305/m3. Untuk kayu Merbau, harga pasar lokal US$300/m3, sedangkan di pasar China mencapai lebih dari dua kali lipat, yakni US$848-880/m3. 

Distorsi harga jual domestik dan ekspor juga tercermin pada produk kayu gergajian dan kayu pertukangan. Merujuk data Tropical Timber Market Report edisi Mei 2013, harga sawn wood Merbau di China mencapai US$1.386-2.200/m3. Sedangkan harga ekspor rata-rata wood working Indonesia pada 2012, US$581/m3. 

Pembukaan keran ekspor dinilai akan memberikan insentif bagi industri untuk melakukan kegiatan produksi. Hasilnya, realisasi produksi HPH berpotensi meningkat dari kondisi saat ini. Pada 2012 lalu, realisasi produksi HPH hanya sekitar 4 juta m3 dari kuota tebangan 9,1 juta m3/tahun. 

Nana memaparkan usulan untuk membuka keran ekspor produk kayu alam tentu tidak diberlakukan serta-merta. Pengusaha kehutanan perlu memenuhi sejumlah kriteria a.l. mengantongi sertifikat pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL), serta memiliki kinerja dan kondisi lapangan yang bagus. 

"Jadi eksportir terbatas. Volume ekspornya juga dibatasi, misalnya 30% dari produksi. Jenis kayunya juga dibatasi hanya yang bernilai tinggi dan tidak diserap pasar domestik," kata Nana. 

Sebelumnya, Kementerian Kehutanan memberikan sinyal akan mendukung ekspor kayu. Dirjen Bina Usaha Kehutanan Kemenhut Bambang Hendroyono mengatakan tengah mengkaji sejumlah syarat dan aturan terkait ekspor kayu.  

"Kita harus menjamin ketersediaan bahan baku industri dalam negeri dulu, baru ekspor. Log yang bisa diekspor juga dibatasi hanya kualitas tertentu," kata Bambang dalam sarasehan nasional bertajuk 'Masa Depan Pengelolaan Hutan Produksi Indonesia', Rabu (4/9). 

Kendati demikian, Nana mengakui usulan untuk membuka ekspor kayu mendapat penolakan dari Asosiasi Industri Kilang Kayu dan Kayu Pertukangan Indonesia (ISWA). 

"ISWA protes karena takut kekurangan bahan baku. Selain itu, mungkin mereka takut kalau ekspor dibuka, harga di dalam negeri ikut naik," ujar Nana. 

Wakil Ketua APHI Rahardjo Benyamin menambahkan tingginya biaya produksi dan rendahnya harga jual membuat industri kehutanan kurang darah. Bahkan, banyak HPH yang mati suri. 

Investigasi APHI di Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Tenggara menemukan terdapat 29 unit HPH yang mati suri. Akibatnya, jumlah HPH terus menyusut. 

Berdasarkan data APHI, jumlah HPH pada 1992 mencapai 580 unit. Jumlahnya berangsur-angsur berkurang menjadi 303 unit pada 2010, 293 unit pada 2011, dan 294 unit pada 2012.  "Dari 294 unit HPH, yang aktif hanya 39%. Jumlahnya makin berkurang, produksi kayu alam terus menurun," katanya. 

Rahardjo optimistis pembukaan keran ekspor kayu dapat memperbaiki tingkat harga jual. Dengan kondisi saat ini, imbuhnya, kenaikan harga kayu hanya terjadi apabila ada dorongan dari apresiasi kurs US$ dan bencana alam, seperti Tsunami.  "Kalau kayu log tetap tidak boleh, setidaknya kayu gergaji dan moulding boleh. Jangan ketiganya dilarang," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper