Bisnis.com, JAKARTA--Kenaikan harga kedelai yang terus meroket dari Rp6.500 per kg menjadi hingga Rp9.500 per kg, bahkan menembus Rp10.000 per kg di beberapa daerah, yang seharusnya menjadi berkah bagi para petani justru menjadi malapetaka.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati menuturkan hal tersebut terjadi karena tidak adanya keberpihakan kepada petani.
Pada saat petani panen raya, pemerintah justru membuka kran kedelai impor, sehingga ketergantungan kedelai impor saat ini mencapai sekitar 70% dari kebutuhan.
"Akibatnya para pedagang justru mengambil kesempatan untuk menekan harga di tingkat petani," ucapnya dalam konfrensi pers Gejolak Harga Kedelai: Analisis Kartel dan Monopoli, Selasa (10/9/2013).
Pemerintah pun selalu memiliki alasan ketika hendak mengimpor yakni terbatasannya lahan dan produktifitas kedelai lokal yang dinilai kurang.
Padahal, banyak lahan petani yang dibiarkan menganggur karena tidak adanya insentif pendapatan akibat tekanan rendahnya harga jual kedelai yang tidak sebanding dengan biaya produksi.
Selain itu, berbagai lembaga riset dan litbang telah menghasilkan berbagai varietas kedelai unggulan. Sayangnya, tidak pernah ada upaya membudidayakan secara massal kepada petani.
"Kalau pun ada rencana peningkatan produksi dan swasembada kedelai, itu hanya sebatas wacana. Tidak ada upaya konkrit yang dilakukan untuk meningkatkan produksi dalam negeri," ketusnya.