Bisnis.com, JAKARTA--Usulan penaikan biaya pindah lokasi penumpukan (PLP) atau relokasi peti kemas impor di Pelabuhan Tanjung Priok sebesar 21% yang disampaikan pengelola tempat penimbunan sementara (TPS) tujuan di pelabuhan itu, dinilai terlalu tinggi.
Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (Alfi) DKI Jakarta Sofian Pane mengatakan jika alasan kenaikan karena menyesuaikan dengan biaya trucking pasca kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi mestinya usulan penyesuaian biaya relokasi peti kemas impor tidak sebesar itu.
"Kalau usulannya naik 21% itu [relokasi peti kemas] impor di Priok, sangat memberatkan pemilik barang dan akan menambah beban biaya logistik di pelabuhan,” ujarnya, Minggu (8/9/2013).
Sofian mengatakan, asosiasinya akan menghitung sekaligus mempelajari usulan kenaikan biaya relokasi peti kemas impor di Priok yang sudah diajukan operator TPS tujuan anggota asosiasi pengusaha tempat penimbunan sementara Indonesia (Aptesindo) di pelabuhan tersibuk di Indonesia itu.
"Sudah kami terima draft usulannya, kami akan hitung terlebih dahulu dengan anggota kami (Alfi). Saya rasa kalaupun naik tidak sampai 21%. Kalau sampai 21% itu sih terlalu tinggi dan memberatkan pemilik barang,” paparnya.
Aptesindo sudah mengusulkan biaya relokasi peti kemas impor dari terminal peti kemas asal (JICT,TPK Koja dan terminal multipurpose) ke tempat penimbunan sementara (TPS) tujuan di Pelabuhan Tanjung Priok dievaluasi menyusul penyesuaian tarif angkutan (trucking) pelabuhan akibat kenaikan bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu.
Sekjen Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo) Syamsul Hadi mengatakan pihaknya mengusulkan penyesuaian tarif relokasi peti kemas impor rata-rata naik 21,8% untuk ukuran 20 kaki dan 24,05% untuk ukuran 40 kaki.
Biaya relokasi peti kemas impor ukuran 20 kaki dari yang sebelumnya Rp.1.275.000/bok diusulkan naik menjadi Rp.1.554.000/bok, sedangkan ukuran 40 kaki di usulkan menjadi Rp.2.062.600/bok dari sebelumnya Rp.1.662.600/bok. (ra)